Senin, 21 Desember 2009

Kejujuran

Apa sih Jujur ?

Jujur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah :
- tulus, tidak culas, lurus hati
- wan yang harus diberikan pengantin laki kepada mertua perempuan

Jujur menurut Al Quran adalah Shidq, yang mempunyai makna dasar “kuat”. Orang
yang shidq (benar / jujur) adalah kuat, karena itu dia berani.

Kejujuran mencakup semua hal dari sejak kita berniat sampai beraktifitas. Kata
Nabi, “lakukanlah kejujuran dalam segala aktifitas kamu”. Mau berjuang, kita
harus jujur, kalahpun harus jujur.

Doa Nabi adalah masukkan aku dengan jujur, dan keluarkan aku dengan jujur pula.

Kejujuran dalam berucap

Kejujuran dalam berucap bukan sekedar benar isinya melainkan juga harus tepat.
Seperti contoh, ada ayat QS yang mengatakan “Tiap-tiap yang hidup itu pasti
mati”, namun bila kita sampaikan ayat tersebut pada pesta pernikahan maka kita
sudah tidak berbuat jujur, karena tidak tepat walaupun ayat tersebut benar.

Lawan jujur dalam berucap adalah berbohong. Berbohong adalah mengucapkan
sesuatu yang bertentangan dengan yang Anda ketahui. Kita dilarang untuk
berbohong, karena bisa menyesatkan dan menyengsarakan orang lain. Orang yang
berbohong adalah orang yang lemah, orang yang takut dan memiliki kompleks
kejiwaan yang sakit. Karena lemah yang melahirkan kebohongan itulah maka orang
tersebut dikatakan ‘tidak shidq’. Orang yang tidak kuat berpeluang besar untuk
tidak jujur.

Pesan nabi : “Jangan berbohong. Kamu mengira dengan berbohong dapat
menyelamatkanmu padahal berbohong dapat mencelakakanmu”.

Berbohong dapat dibenarkan hanya dalam 3 kondisi :
- dalam peperangan.
- melakukan ishlah dalam menyatukan kembali dua orang yang sedang bermusuhan
- gombal kepada pasangan suami/isteri kita.

Ketika kita terpaksa harus berbohong dalam 3 kondisi tersebut kita pun harus
jujur. Bagaimana maksudnya ? Katakan dan tekadkan dalam diri “Saya berbohong
ini karena diperintah oleh Allah, untuk memenangkan peperangan, atau untuk
mendamaikan dua orang yang sedang bermusuhan atau untuk menyenangkan hati
suami/isteri saya”.

Kejujuran dalam berucap adalah berkata benar dan tepat.

Kejujuran dalam berniat

Jujur dalam berniat adalah kita harus tulus, ikhlas baik kepada Tuhan maupun
kepada manusia. Bahkan dalam bersedekahpun kita harus jujur. Sedekah asal
katanya pun dari Shidq atau Shidqah, yang artinya jujur (harus tulus, ikhlas).
Memberikan mahar kepada pengantin wanita pun disebut dengan shidaq. Karena itu
memberikan mahar kepada pendamping wanita harus disertai niat yang tulus,
ikhlas.

Kejujuran dalam berniat adalah berniat dengan tulus ikhlas, baik kepada Tuhan
maupun kepada manusia.

Kejujuran dalam bertindak

Dalam bertindak pun kita harus jujur. Jangan curang, jangan menipu dan jangan
memanipulasi fakta dan data. Bertindakpun selain kita harus benar juga harus
tepat. Misalkan dalam ingin bertindak melawan kejahatan, bagi kita sebagai
rakyat tindakan yang jujur adalah melaporkan kejahatan kepada pihak kepolisian.
Tidak jujur bila kita main hakim sendiri. Bagi polisi, jujur apabila melawan
kejahatan dengan mengejar dan menangkap pelakunya. Pengadilan yang jujur adalah
pengadilan yang mampu memberikan hukuman setimpal dengan perbuatannya.

Dalam berdagangpun kita harus jujur, ungkapkan aib barangnya, jangan sampai
ditutup-tutupi. Rasulullah mengajarkan hal ini dalam berdagang, apakah lantas
barang dagangannya kemudian menjadi tidak laku. Malah sebaliknya, sangat laku
keras, sehingga beliau terkenal seorang pedagang yang jujur dan orang-orangpun
datang berbondong-bondong kepadanya.

(Dalam perusahaan, apabila kita melayani pelanggan kita harus terbuka, itulah
yang sering dituangkan dalam “Term & Condition” agar pelanggan nantinya tidak
kecewa karena apa yang diharapkan dari pelayanan maupun barang yang dibeli
tidak sesuai).

Pada siapa saja kita harus jujur ?

Kejujuran Pada Diri Sendiri

Kejujuran pada diri sendiri adalah kejujuran yang dilandasi pada pengakuan diri
bahwa dirinya memiliki kemampuan dan kekurangan. Apabila dirinya tidak mampu
untuk mengerjakan sesuatu maka dia akan katakan “tidak mampu”. Apabila dirinya
memang tidak tahu, maka dia akan katakan “tidak tahu”. Orang yang mengakui
kelemahan dirinya adalah orang yang lebih berpengetahuan daripada orang yang
mengatakan “bisa”, “tahu” padahal dirinya “tidak bisa” dan “tidak tahu”.

Kejujuran Pada Manusia

Kejujuran mengantar seseorang dan orang lain mendapat kebaikan dan mengantarnya
ke surga. Jujur pada anak-anak kita adalah mengakui dengan sepenuh hati
kemampuan, kekurangan dan keterbatasan mereka. Sehingga jujur pada anak kecil
adalah menerima kesalahan-kesalahan kecilnya, tidak memaki dia, tidak membebani
dia dengan beban berat.

Jujur pada pasangan kita (suami/isteri) adalah jujur yang sangat terbuka. Kata
Nabi hubungan pasangan suami/isteri adalah bak laksana luar angkasa, tidak ada
batas di antara mereka seluas luar angkasa. Kalau antara mereka masih ada
gengsi, takut untuk terbuka maka masih ada batas antara keduanya. Ini yang
seharusnya tidak diharapkan. Seharusnya diantara mereka adalah saling terbuka,
saling jujur.

Kejujuran Pada Allah

Kejujuran pada Allah adalah kejujuran yang mengakui fakta bahwa Allah adalah
Esa, Satu dan segala sifat-sifatNya yang Agung, seperti Maha Pemurah,
Penyayang. Itulah Tauhid, kejujuran yang paling tinggi kata Nabi. Dampak dari
kejujuran ini adalah sebuah keikhlasan dan ketulusan pada Allah dalam segala
tindak kita.

Catatan :

Kejujuran adalah kekuatan sesuai dengan kata-nya shidq yang berarti kuat.
Kejujuran dapat membuat kita kuat karena kejujuran selalu berpihak pada fakta
dan kebenaran, kita tidak akan tertipu dan khawatir. Kiat-kiat untuk dapat
terus berlaku jujur adalah :
- Carilah teman yang jujur dan hindari teman yang buruk
- Carilah lingkungan yang jujur dan hindari lingkungan yang buruk
- Ingat selalu dampak buruk dari ketidakjujuran
- Ingat kepada Allah.

Prof. Quraish Shihab, Lc
Metro TV, 1 Agustus 2004, 14.00 – 15.00 WIB

Gaji Papa Berapa ?

Seperti biasa Andrew, Kepala Cabang di sebuah
perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya
pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya,
Sarah, putra pertamanya yang baru duduk di kelas
tiga SD membukakan pintu untuknya.
Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.

"Kok, belum tidur ?" sapa Andrew sambil mencium
anaknya.

Biasanya Sarah memang sudah lelap ketika ia pulang
dan baru terjaga ketika
ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga,
Sarah menjawab, "Aku
nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih
gaji Papa ?"

"Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang
lagi, ya ?"

"Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Sarah singkat.

"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa
bekerja sekitar 10 jam
dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata
dihitung 22 hari kerja.
Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih
lembur. Jadi, gaji Papa
dalam satu bulan berapa, hayo ?"

Sarah berlari mengambil kertas dan pensilnya dari
meja belajar sementara
Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi.
Ketika Andrew beranjak
menuju kamar untuk berganti pakaian, Sarah berlari
mengikutinya. "Kalo
satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam,
berarti satu jam Papa
digaji Rp.40.000,- dong" katanya.

"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur"
perintah Andrew.

Tetapi Sarah tidak beranjak. Sambil menyaksikan
Papanya berganti pakaian,
Sarah kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang
Rp. 5.000,- enggak ?"

"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta
uang malam-malam
begini ? Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah".

"Tapi Papa?"

Kesabaran Andrew pun habis. "Papa bilang tidur !"
hardiknya mengejutkan
Sarah. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Andrew nampak menyesali hardiknya. Ia
pun menengok Sarah di
kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur.
Sarah didapati sedang
terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,-
di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil
itu, Andrew berkata,
"Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Sarah. Tapi
buat apa sih minta uang
malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok
kan bisa. Jangankan Rp.
5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Andrew

"Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam.
Nanti aku kembalikan kalau
sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu
ini".

"lya, iya, tapi buat apa ?" tanya Andrew lembut.

"Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa
main ular tangga. Tiga
puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Papa
itu sangat berharga.
Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku,
hanya ada Rp.
15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa
dibayar Rp. 40.000,- maka
setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit
tabunganku kurang Rp.
5.000, makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Sarah
polos.

Andrew pun terdiam. ia kehilangan kata-kata.
Dipeluknya bocah kecil itu
erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari,
ternyata limpahan
harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk
"membeli" kebahagiaan
anaknya.

from ;
Ouly Vy Emiliya (Lely)
Master of Education
(General Mainstream)
Monash University.. .the prestigious Group of Eight
universities
Victoria 3800 - Australia

MAKNA SEBUAH TITIPAN

MAKNA SEBUAH TITIPAN
Oleh: WS Rendra

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa:

sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Allah
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengiapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu
diminta kembali oleh Nya?

Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan
bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti
matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknya derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…

“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”