Sabtu, 25 Desember 2010

Prestasi Timnas dan dukungan masyarakat indonesia



















Antre tiket final AFF 2010 di Parkir Timur Senayan Jakarta, Jumat (24 Desember 2010)
foto foto karya : Agus Wahyudi (Jawa Pos), Mustafa Ramli (Jawa Pos), Randy Tri Kurniawan (Rakyat Merdeka)

Abu dan Pasir Gunung Bromo (2)









Abu dan Pasir Gunung Bromo


































foto foto karya : zainal arifin/radar bromo - jawa pos grou/
HITAM: Asap pekat dari letusan Gunung Bromo terlihat di atas rumah warga di Dusun Cemoro Lawang, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, kemarin.


Hujan Abu dari Bromo Belum Reda

Warga Keluhkan Krisis
Air Bersih dan Listrik

PROBOLINGGO – Derita warga yang tinggal di kawasan sekitar Gunung Bromo belum reda. Selain sampai kemarin (24/12) masih dilanda hujan abu dan pasir, warga mulai mengeluhkan krisis air bersih.
Di antara 12 desa di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Desa Ngadisari merupakan yang paling dekat dengan kawah Bromo. Hujan pasir muntahan dari kawah Bromo yang melanda sejak Selasa lalu (21/12) masih terjadi kemarin. Pertanian dan peternakan yang menjadi sendi utama perekonomian warga sudah lumpuh.

Dari pantauan Radar Bromo (Jawa Pos Group), kemarin warga mulai kekurangan pasokan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk mendapatkan air bersih, warga harus antre di tandon air di kawasan Dusun Cemoro Lawang. ’’Tinggal satu tandon itu. Kalau di situ habis, tidak tahu bagaimana lagi,’’ kata Reni Astutik, warga Cemoro Lawang, saat ditemui kemarin.
Warga harus mengantre untuk mendapat air bersih. Air yang selama ini mengalir ke rumah mereka sudah tersumbat. Air bersih tersebut berasal dari mata air di Penanjakan yang dialirkan dengan pipa. Karena hujan pasir selama tiga hari terakhir, pipa-pipa itu macet.

Siang kemarin, warga –sebagian besar di antaranya perempuan– tampak mengantre di tandon air di dekat Hotel Cemara Indah. Mereka membawa jeriken dari rumah masing-masing. Sebagian hanya membawa satu jeriken. Tapi, ada juga yang membawa dua jeriken. Air yang didapat dari antrean tersebut hanya cukup untuk minum dan memasak.
Sekitar pukul 11.00, air di tandon dekat Hotel Cemara Indah itu habis. Warga mencari tempat lain untuk mendapat air bersih. Kanto, 45, mengambil air di Hotel Lava View dengan memikul dua jeriken di pundak.

Selain krisis air bersih, listrik di Desa Ngadisari padam. Di beberapa titik, banyak kabel listrik yang jatuh ke tanah. Beberapa tiang listrik seukuran paha orang dewasa roboh. Hujan pasir juga membuat banyak atap rumah warga ambrol. Warga beramai-ramai membersihkan pasir dan abu yang menempel di genting rumah mereka.

Dalam situasi itu, warga pun mempertanyakan langkah pemerintah. ’’(Petugas) pemerintah kok tidak naik ke atas (kawasan Bromo). Dulu waktu tidak ada apa-apa, banyak yang naik. Sekarang kok malah tidak ada,’’ keluh Ny Santoso, warga Cemoro Lawang.
Aktivitas Gunung Bromo mulai meningkat pada 8 November lalu. Hal itu ditandai dengan naiknya intensitas gempa tremor dan vulkanis. Pada 23 November lalu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung menaikkan status Gunung Bromo dari waspada (level II) menjadi siaga (level III). Selang beberapa jam kemudian, status Bromo dinaikkan lagi dari siaga menjadi awas (level IV). Lalu, pada 6 Desember lalu, status Bromo diturunkan menjadi siaga.

Aktivitas Bromo tidak menunjukkan penurunan kemarin. Seismograf di pos pengamatan Gunung Bromo menunjukkan terjadinya gempa tremor dengan amplitudo 15–30 mm. ’’Hujan pasir masih terjadi. Kadang-kadang juga ada letusan,’’ kata Kepala Pos Pengamatan Gunung Bromo Syafi’i kemarin.

Asap pekat kecokelatan keluar dari bibir kawah hingga ketinggian 1.000–1.200 meter dpl (di atas permukaan laut). Asap itu bergerak ke utara dan timur laut karena tertiup angin. Bila sampai terjadi letusan, tinggi asap yang mengandung lapili (salah satu material vulkanis) mencapai 1.500–2.000 meter dari kawah.
Dengan kondisi demikin, pos pengamatan Gunung Bromo mengimbau masyarakat untuk mengenakan masker dan pelindung kepala. Soal aktivitas Gunung Bromo, Syafi’i menyatakan tidak bisa meramal secara tepat. ’’Kami hanya melihat dengan seismograf,’’ ujarnya.

Sementara itu, ratusan orang dari Nahdlatul Ulama (NU) kemarin berkumpul di Masjid Al-Mujahidin di Desa/Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, untuk beristighotsah. Mereka berdoa agar aktivitas Bromo berhenti. Istighotsah itu juga diikuti wakil pengurus NU dari seluruh kecamatan di Kabupaten Pasuruan.

Istighotsah dimulai tepat pukul 14.00. Seluruh peserta duduk dan membaca surat-surat pendek dalam Alquran. Doa bersama itu berlangsung selama setengah jam. Warga tetap mengikuti istighotsah meski kawasan Tosari diliputi abu vulkanis tipis.

’’Di Tosari, istighotsah ini sengaja digelar. Ternyata, para pengurus wilayah sangat antusias,’’ kata Ketua PC NU Kabupaten Pasuruan Sonhaji Abdusomad. Dia menyebutkan, doa yang dipanjatkan adalah meminta keselamatan bagi seluruh warga. ’’Kami meminta kepada Allah supaya Gunung Bromo tidak sampai seperti Merapi,’’ lanjutnya. (qb/fun/yud/jpnn/c5/dwi)

Rabu, 01 Desember 2010

Bromo, Abu Vulkanis warna kecoklatan














Hujan Abu Campur Silika Mengarah ke Permukiman

SURABAYA – Hingga kemarin (1/12), erupsi Gunung Bromo belum menurun. Hujan abu vulkanis juga mengarah ke permukiman. Bahkan, abu yang mengarah ke permukiman itu berubah warna dari semula kecokelatan menjadi merah pekat. Abu yang mengandung silika tersebut mulai merusak tanaman di ladang pertanian warga.

Hujan abu kemarin berlangsung lebih lama daripada Selasa lalu (30/11). Berdasar pantauan Jawa Pos dari jarak 3,5 km dari kawah Bromo, aktivitas hujan abu terjadi sejak Selasa malam. Saat itu, abu vulkanis Bromo terus mengarah ke utara dan timur laut. Sekitar pukul 05.00 kemarin, asap dan abu yang keluar dari kawah Bromo mulai berubah warna. Meski tidak terlalu banyak, abu vulkanis itu terus jatuh ke sekitar Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura.

Hujan abu kemarin berlangsung sampai menjelang sore. Pukul 12.00 hingga 15.00, hujan mengguyur areal sekitar Bromo. Curahan hujan pun disertai abu berwarna merah. Kondisi seperti itu tidak terjadi pada Selasa lalu. Sejak siang, muntahan abu terbawa angin ke arah utara (Pasuruan), sedangkan kawasan permukiman di Ngadisari terletak di timur laut dari kawah Bromo.
Kepala Bidang Mitigasi Bencana Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung Gede Suantika membenarkan bahwa hujan abu tetap mengarah ke utara dan timur laut. Soal abu vulkanis yang berwarna merah pekat, dia menjelaskan hal itu terpengaruh material dari dalam kawah. ’’Warna merah itu disebabkan masih tingginya kadar belerang dengan campuran silika,’’ tuturnya kemarin.

Silika bisa membahayakan pernapasan dan penglihatan manusia. Karena itu, Gede mengimbau masyarakat tetap patuh pada saran petugas untuk selalu menggunakan masker. ’’Sampai saat ini, kandungan silika yang keluar dari kawah Bromo tidak terlalu banyak. Mungkin lebih banyak jatuh di sekitar kaldera. Tapi, tetap perlu diwaspadai,’’ tegasnya.
Sejauh ini, belum ada laporan adanya warga yang menjadi korban abu vulkanis di Cemoro Lawang dan sekitarnya. Namun, tanaman di ladang-ladang warga rusak.

Sudiro, salah seorang petani asal Ngadisari, mengungkapkan, kebanyakan tanaman yang rusak berada di ladang yang berjarak 4–6 km dari kawah. Sebagian besar yang rusak adalah tanaman jenis kacang koro. Tanaman itu mengering dan mati. Tanaman lain seperti kol, kentang, dan bawang daun masih bisa menahan hujan abu. Untuk mengatasi, para petani biasanya membersihkan tanaman dengan cara dikebas dan disiram air.

Dia menyebutkan, para petani tidak terlalu risau jika hujan abu vulkanis tidak terlalu lebat. Hujan abu malah membuat tanah makin subur. ’’Biasanya, kalau habis (hujan abu) seperti ini ditanami bibit baru, panen malah melimpah,’’ ujar Sudiro. Hujan abu saat ini, lanjut dia, tidak terlalu parah seperti yang terjadi saat erupsi Bromo pada 2004.
Setelah hujan abu dua hari mengguyur Cemoro Lawang, beberapa sekolah kemarin mengadakan kerja bakti. Siswa SDN Ngadisari 2 yang berjarak sekitar 5 km dari kawah Bromo kemarin melakukan bersih-bersih bersama. Dinding dan lantai sekolah yang berlokasi di Jalan Raya Bromo 20 itu tertutup abu. '’’Kalau tidak dibersihkan, kami khawatir mengganggu kesehatan anak-anak,’’ ujar Ernawati, kepala SDN Ngadisari 2.

Kondisi Bromo kemarin tidak berubah signifikan. Selama pukul 06.00–12.00, terjadi enam kali gempa vulkanis dengan amplitudo 10–14 mm. Lama gempa 12–30 detik. Gempa tremor masih terjadi terus-menerus dengan amplitudo 2–5 mm. Ketinggian asap mencapai 150–200 meter.
(gun/c5/dwi)

foto : guslan gumilang / jawa pos