Kamis, 27 Januari 2011

Ibu, Anak, Musibah, Kesabaran, Keikhlasan . .




foto : zainal arifin (radar bromo-jawa pos group)
BERBAHAYA: Seorang ibu dan anak berjalan di tengah terjangan banjir lahar dingin Gunung Bromo di Desa Pesisir, Sumberasih, Probolinggo kemarin.


Imbas Bromo,
Banjir Lahar
Mengamuk


PROBOLINGGO – Banjir lahar tak hanya terjadi di Magelang, Jawa Tengah, imbas dari gunung Merapi. Di Probolinggo, Jawa Timur, banjir lahar juga terjadi, imbas dari Gunung Bromo. Seperti yang terjadi sore kemarin.
Warga Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, yang tinggal di sepanjang tepi Kali Pesisir, saat itu panik. Banjir lahar kembali melanda kali tersebut dan meluber ke perkampungan warga.

Sekitar pukul 16.00, air bah bercampur material pasir sisa erupsi Gunung Bromo menerjang puluhan rumah warga selama sekitar 30 menit. Puluhan hektare sawah juga terendam.

Sampai berita ini ditulis, dilaporkan kejadian yang berlangsung cepat itu tidak sampai menelan korban jiwa. Tampaknya, warga telah memperkirakan. Siang sebelum banjir datang, warga di sepanjang Kali Pesisir diminta berhati-hati oleh warga Kecamatan Sukapura (hulu Kali Pesisir) melalui telepon.

Sebab, di kawasan Sukapura terjadi hujan cukup deras. Hal itu akan menimbulkan banjir kiriman dari Sukapura hingga ke kawasan Pesisir. Tentu saja, air yang datang juga membawa pasir sisa erupsi Gunung Bromo.

Nah, begitu mendengar kabar tersebut, warga Pesisir langsung bersiaga. Hewan ternak, sepeda motor, serta beberapa barang berharga lainnya dikeluarkan dari rumah. ’’Sapeh, embek, kabbi lah siap (Sapi, kambing, semua sudah siap),’’ ujar Karyati, warga Dusun Mawar, Desa Pesisir, kemarin. Barang-barang dan hewan ternak itu diamankan di sepanjang sisi lintasan kereta api (KA) yang lebih tinggi.
Sekitar pukul 17.00, warga masih tampak panik. Mereka bergerombol di sisi rel KA. Sapi dan kambing mereka diikat ke pohon dekat rel KA. Sepeda motor warga juga diparkir di sisi rel KA tersebut.

Kepanikan warga itu menyita perhatian beberapa pengguna jalan pantura yang melintas. Kendaraan roda dua dan empat memperlambat lajunya untuk melihat kejadian tersebut. Arus lalu lintas melambat hingga perbatasan kabupaten dan kota sejauh sekitar 1,5 km.
Meski hanya berlangsung sekitar 30 menit, banjir lahar yang menggenangi perumahan warga hingga setinggi perut itu mencemaskan warga. ’’Ngetek kok, kemmah anak gik tadek (Saya cemas, apalagi anak belum pulang),’’ ujar Marom, warga lainnya.
Itu merupakan banjir lahar kedua di Kali Pesisir. Yang pertama terjadi pada Rabu, 5 Januari lalu. Banjir pertama itu melanda rumah-rumah di sisi barat sungai. Sementara itu, banjir lahar kemarin menggenangi rumah-rumah warga di sisi timur.

Menurut warga, aliran lahar sejatinya tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Lahar terlihat lebih besar karena Kali Pesisir mendangkal. Dengan adanya kiriman dari Kecamatan Sukapura, air bah bercampur pasir dengan cepat meluap ke rumah-rumah dan sawah. ’’Jen nengkek lah Mas (Sudah semakin dangkal, Mas),’’ tegas salah seorang warga.
Sementara itu, Camat Sumberasih Slamet Riyadi saat dihubungi menyatakan, banjir kemarin relatif sama dengan sebelumnya. Demikian pula dengan rumah dan lahan pertanian. ’’Kalau ada penambahan, paling satu sampai dua hektare,’’ ujarnya tadi malam. Hingga tadi malam, pihaknya belum menerima laporan pasti dari Kades setempat.

Dia menjelaskan, Kali Pesisir yang meluap ke perumahan warga kemarin memang telah dangkal. Sebelum terjadi banjir lahar, jarak permukaan air ke tanggul sekitar 4 meter. Kini, jarak tersebut tinggal 1 meter. Karena itu, aliran sungai sepanjang 2,5 km mulai jembatan hingga laut tersebut perlu dikeruk dengan alat berat. (qb/jpnn/c5/zen)

Senin, 24 Januari 2011

indahnya Davos, Swiss








Repotnya Mengikuti Forum Kelas Dunia di Kota Kecil Davos

McD pun Tak Ada, Terpaksa ’’Diganjal’’ Indomie

Presiden SBY akan menghadiri World Economic Forum (WEF) di Davos yang berlangsung mulai besok hingga 29 Januari mendatang. Bagaimana kondisi kota di Pegunungan Alpen, Swiss, yang saban tahun menjadi tempat berkumpulnya para pemimpin negara dan eksekutif puncak itu?

DJOKO SUSILO, Davos

Ketika masih di kampung dulu, kalau batuk-batuk, saya sering diberi permen pelega tenggorokan berbungkus biru dengan nama ’’Davos’’. Lantaran orang kampung sulit mengeja dengan benar, kami sering menyebutnya dengan nama ’’Dapros’’ atau ’’Dapos’’. Memang sangat susah melafalkan huruf ’’V’’ bagi saya yang asli Jawa. Tidak pernah tahu bahwa Davos adalah nama kota terkenal di Swiss. Tidak terbayangkan juga suatu saat saya akan berdingin-dingin di kota yang terletak di Pegunungan Alpen tersebut.

Kota Davos memang terkenal sebagai kota yang dingin. Dalam musim winter seperti sekarang ini, suhu rata-rata bisa mencapai minus 20 derajat Celsius dan ketebalan salju mencapai 50 cm. Karena itu, sejak jauh-jauh hari, para peserta WEF, khususnya yang berasal dari negara tropis seperti Indonesia, sudah diingatkan agar membawa mantel tebal dan sepatu bot.

Davos memang terkenal sebagai kota peristirahatan dan bermain ski. Wajar kalau sangat dingin dan saljunya tebal. Yang merepotkan, kota itu sangat kecil dengan hotel yang daya tampungnya juga sangat terbatas. Saya perkirakan hanya sebesar Kota Batu, Jawa Timur, yang juga memiliki hotel terbatas. Akibatnya, dalam musim WEF, harga kamar melangit. Sama saja seperti pedagang di mana pun, para pemilik hotel, losmen, serta apartemen di Davos memanfaatkan aji mumpung. Kamar hotel yang dalam keadaan normal berharga USD 100 bisa dijual hingga USD 1.000 atau malahan USD 1.500 semalam.

Demikian juga apartemen. Untuk apartemen tiga kamar, misalnya, lama sewa harus seminggu dengan harga rata-rata USD 10.000 sampai USD 15.000 atau bahkan lebih. Itu pun berebut. Dengan kata lain, jika tidak pesan setidak-tidaknya enam bulan di depan, dijamin tidak akan ada kamar di Davos dalam waktu acara WEF ini.

Berkah mahalnya kamar hotel itu pun bahkan sampai terasa di Kota Zurich yang berjarak sekitar tiga jam perjalanan dengan mobil dari Davos. Di Hotel Movenpik yang dekat dengan Bandara Zurich, two bedroom yang normalnya bertarif USD 240 sekarang mendadak dijual dua kali lipat menjadi USD 480. Di Bad Ragaz yang berjarak lebih dekat, sekitar 45 menit dari Davos, kamar suite ditawarkan USD 10.000 per malam. Memang, harga itu tergolong gila-gilaan untuk ukuran di Swiss sekalipun, tapi tetap laris bukan main.

Bisa dikatakan, Davos, khususnya pada acara World Economic Forum, sudah menjadi Makkah-nya para pendukung globalisasi maupun yang anti globalisasi. Tidak heran, pada WEF 2000, Davos pernah diserbu para demonstran anti globalisasi. Lantaran penjagaan yang sangat ketat, para demonstran tidak bisa mendekati kawasan Kongres Zentrum, tempat berlangsungnya acara. Kekesalan mereka akhirnya ditumpahkan ke restoran cepat saji McDonald’s yang dihancurkan total. Sejak saat itu sampai hari ini, di Davos tidak ada lagi restoran cepat saji merek apa pun dari Amerika Serikat atau negara lain.

Acara WEF digagas Prof Klaus Schwab dari University of Geneva. Dia mula-mula mengundang sekitar 400 pebisnis Eropa dalam forum bincang-bincang bisnis yang dirancang dalam suasana yang informal dan rileks. Karena itulah, dipilih Kota Davos yang memang terkenal sejak dulu sebagai kota peristirahatan. WEF makin terkenal ketika awal 1980-an berhasil mempertemukan Nelson Mandela dan F.W. De Klerk yang sukses menyudahi konflik di Afrika Selatan serta menghindarkan pertumpahan darah yang tidak perlu.

WEF akhirnya menjadi pertemuan yang sangat bergengsi. Bisa dikatakan, tokoh pemerintahan atau swasta yang diundang ke WEF diakui sebagai tokoh penting kelas dunia. Bagi kalangan swasta, ketentuan menjadi anggota WEF sangat berat. Dari Indonesia, ada beberapa perusahaan yang sudah menjadi member. Misalnya, Lippo Group. Untuk itu, perusahaan harus membayar biaya tahunan CHF 42.500 atau lebih dari Rp 400 juta dan biaya annual meeting CHF 18.000 atau lebih dari Rp 170 juta. Bahkan, sejumlah perusahaan yang berminat menjadi sponsor acara atau strategic partner harus menyumbang minimal sekitar Rp 2,36 miliar (CHF 250.000) sampai CHF 500.000. Pokoknya, WEF adalah forum yang memerlukan uang banyak.

Indonesia yang menjadi salah satu anggota G-20 dan ketua ASEAN dianggap sebagai negara yang cukup penting, apalagi pertumbuhan ekonominya terbaik di kawasan itu. Tidak heran, cukup banyak tokoh dunia yang antre meminta bertemu Presiden SBY. Di antaranya, Sekjen PBB Ban Ki-moon, Presiden Prancis Nicholas Sarkozy, serta PM Inggris David Cameron.

Kehadiran presiden Indonesia setelah hampir 10 tahun lalu (Gus Dur pernah hadir pada 2000, tapi saat itu situasi ekonomi di tanah air belum membaik) saat ini membawa optimisme begitu besar. Para peserta WEF mengharapkan Indonesia memerankan posisi yang lebih penting dalam ekonomi dunia.

Bukan hanya mahalnya ongkos yang bikin repot. Lantaran kotanya sangat kecil dan fasilitasnya terbatas, mereka yang hanya berperan sebagai tim pendukung juga sangat repot. Untuk makan saja, repotnya bukan main. Dalam catatan saya, hanya ada dua restoran Tiongkok dan tidak ada restoran makanan Asia lainnya. Memang ada beberapa restoran Eropa atau Amerika. Tapi, jumlah dan daya tampung seat-nya juga sangat terbatas. Karena itu, sudah menjadi kebiasaan, jika ada pejabat Indonesia yang mengikuti acara WEF, petugas KBRI harus sudah siap dengan berbagai persoalan logistik. Misalnya, Indomie atau mi instan merek lainnya harus selalu tersedia. Demikian juga teh celup atau kopi yang sekadar untuk dipakai sendiri.

Davos, khususnya kawasan sekitar Kongres Zentrum, hari-hari ini akan penuh sesak dengan manusia. Diperkirakan, pada waktu puncak, lebih dari 10 ribu orang menjejali tempat acara yang luasnya hanya setara dengan Hotel Hilton Jakarta (kini The Sultan) itu. Wajar jika saat jalan peserta sering bertabrakan dengan pejalan kaki lain di dalam ruangan atau jatuh terpeleset salju jika di luar ruangan yang sangat dingin. (c5/el)

*) Djoko Susilo, mantan wartawan Jawa Pos yang sekarang menjabat duta besar RI untuk Swiss dan Lichtenstein. Dia bisa dihubungi di thedjokosusilo@gmail.com.

Rabu, 12 Januari 2011

Merapi, Batu Besar dan Pasir












BATU BESAR: Jalur Magelang–Jogjakarta, tepatnya di depan Dusun Gempol, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Magelang, mulai padat merayap setelah dibuka dini hari kemarin. (Mukhtar Lutfi/Radar Semarang)


Singkirkan Lahar, Magelang–Jogja Buka Lagi

Butuh Rp 800 Miliar untuk
Normalisasi Kali Putih

MAGELANG – Setelah ditutup selama hampir 72 jam (tiga hari), Jalan Raya Magelang–Jogjakarta di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, yang terputus sejak Minggu malam (9/1) karena tertimbun lahar dingin Merapi akhirnya kembali dibuka. Jalur itu dibuka lebih cepat dari perkiraan sebelumnya setelah pengerukan jutaan material yang menumpuk di badan jalan selesai.

Kapolres Magelang AKBP Kif Aminanto menuturkan, jalur utama tersebut dibuka sekitar pukul 02.00 kemarin (12/1). Pembukaan jalur membutuhkan waktu yang cukup lama karena timbunan material mencapai jutaan meter kubik. ’’Kami percepat prosesnya karena berkaitan dengan aktivitas sehari-hari warga,’’ tuturnya kemarin.

Hanya, dia mengakui jalur utama tersebut belum sepenuhnya pulih. Kendaraan yang melintas harus bersabar karena badan jalan menyempit. Empat lajur yang sebelumnya berada di jalur itu kini hanya menyisakan dua lajur. ’’Kami atur supaya satu-satu. Di samping kanan dan kiri badan jalan masih ada tumpukan material pasir dan batu,’’ ujarnya.

Lambatnya pemulihan jalur di sana, kata dia, juga disebabkan banyaknya warga yang menyaksikan lokasi banjir lahar dingin. Warga setempat yang mengevakuasi sisa-sisa barang berharga juga turut menambah padat arus lalu lintas.

Dari pantauan kemarin, di lokasi masih ada sejumlah alat berat. Beberapa truk pengangkut pasir juga hilir mudik memenuhi setiap lajur jalan itu. Sejumlah polisi dan warga tampak mengatur arus lalu lintas di sepanjang jalur tersebut.
Di tempat terpisah, saat memimpin rapat koordinasi penataan material Merapi kemarin, Asisten Bidang Pemerintahan Pemkab Magelang Agung Trijaya meminta seluruh material pasir dan batu yang masih menumpuk di sepanjang jalur Gulon–Sirahan segera dibersihkan.

Dia mengungkapkan, instansi yang bertanggung jawab untuk membersihkan adalah dinas pekerjaan umum dan ESDM yang berkoordinasi dengan Dinas Bina Marga Provinsi Jateng. ’’Material yang menumpuk di pinggir jalan raya itu bukan tanggung jawab Pemkab Magelang. Yang di luar jalan tanggung jawab pemkab,’’ tegasnya.

Dia belum bisa memastikan tempat penampungan pasir dan batu bekas lahar dingin Merapi tersebut. ’’Hal itu akan kami koordinasikan dengan instansi-instansi terkait. Yang terpenting, jalan tersebut harus bersih dari material Merapi sehingga arus lalu lintas kembali lancar,’’ ujarnya.

Kepala Desa Jumoyo Sungkono menambahkan, banjir lahar dingin mungkin akan terus terjadi hingga lima tahun ke depan dan tetap mengancam warga. Karena itu, perlu penanganan yang efektif.

Namun, kondisi kritis di bantaran Kali Putih tidak akan ditangani serius dalam waktu dekat. Sebab, Balai Besar Wilayah Sungai (BWWS) yang menjadi penanggung jawab sungai menyatakan baru akan mengatasi masalah tersebut saat ancaman banjir lahar selesai.
’’Minimal hingga musim hujan tahun ini selesai. Sebab, jika kami bangun tanggul atau memperbaiki cekdam, tentu akan rusak lagi saat ada banjir lahar dingin susulan,’’ tutur Kepala BWWS Wilayah Serayu Opak Bambang Hargono saat meninjau Kali Putih kemarin.
Saat ini, pihaknya hanya fokus mengembalikan alur sungai seperti sebelum banjir lahar terbesar pada Minggu malam (9/1) yang menutup bantaran kali di Dusun Gempol, Desa Sirahan, Kecamatan Salam. ’’Aliran kami kembalikan dulu supaya air tidak melewati jalur utama Magelang–Jogja dan melewati permukiman warga,’’ jelasnya.
Menurut dia, hal itu merupakan salah satu upaya yang cukup efektif untuk mengurangi dampak banjir lahar dingin. Ada 81 alat berat yang mengeruk di semua sungai yang berhulu di Merapi. Sebanyak 62 di antaranya berada di Kali Putih.

Tapi, dia belum tahu pasti kebutuhan anggaran untuk normalisasi Kali Putih. Timbunan material vulkanis Gunung Merapi di sepanjang alur Kali Putih sudah mencapai tahap kritis. Pihaknya sudah menyiapkan Rp 300 miliar untuk menangani sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Namun, jumlah tersebut dianggap masih kurang untuk penanganan lanjutan pascabanjir lahar dingin. ’’Setidaknya, kami butuh Rp 800 miliar,’’ terang dia.
Apalagi, lanjut dia, terjangan banjir telah merusak lima di antara 22 titik cekdam di sepanjang Kali Putih. Jika musim hujan berakhir, pihaknya akan memperbaiki dam tersebut. Langkah itu dilakukan untuk mengendalikan banjir lahar dingin musim hujan tahun depan.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo justru berharap aliran Kali Putih di Desa Jumoyo diluruskan untuk memperlancar arus jika terjadi banjir lahar dingin. Kali Putih yang sekarang merupakan alternatif yang dibuat pada zaman Belanda dengan membelokkan dari poros awal menjadi satu dengan aliran Kali Druju. Dalam perkembangannya, belokan tersebut tidak bisa menampung pasir dan batu yang turun dari puncak Merapi.

Selain itu, kata dia, perlu dibuat tambahan cekdam di bagian hulu untuk mengerem laju banjir lahar agar tidak begitu kencang. Juga, dibuatkan kantong-kantong untuk tumpukan pasir dan batu dari atas.

Direktur Pelaksanaan Wilayah II Bina Marga Winarno menuturkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak untuk mengatasi bencana banjir lahar dingin. Kondisi itu berkaitan dengan besarnya kemungkinan dampak yang ditimbulkan saat terjadi banjir. ’’Terutama, ada jalur Magelang–Jogjakarta yang cukup vital sehingga harus terjaga jika terjadi banjir lahar,’’ ucapnya.

Menurut dia, pihaknya masih akan berbicara dengan para ahli untuk evaluasi terkait kemungkinan Kali Putih di Gempol dipecah menjadi dua. Atau, mungkin jembatan dibuat panjang untuk pelurusan sungai. ’’Terkait pelurusan, itu tidak sederhana. Dampaknya lebih besar di hilir. Kami juga harus mempelajari sedimen seperti itu. Kalau diluruskan, endapannya kayak apa. Jangan sampai dilebarkan tapi merepotkan di bawahnya,’’ ungkapnya. (vie/dem/jpnn/c5/dwi)

Selasa, 11 Januari 2011

Merapi, Lahar Dingin

















Jalur Magelang–Jogja Lumpuh Tiga Hari

Banjir Lahar Dingin Merapi,
Lima Desa Terendam Pasir

MAGELANG – Banjir lahar dingin pada Minggu malam lalu (9/1) masih melumpuhkan jalur utama yang menghubungkan Magelang–Jogjakarta kemarin (10/1). Bahkan, akibat besarnya volume timbunan pasir setinggi sekitar 3 meter, jalur Magelang–Jogjakarta diperkirakan belum bisa dilintasi kendaraan selama tiga hari. Hingga kemarin ratusan ribu meter kubik material lahar dingin dari Gunung Merapi masih menumpuk di sejumlah lokasi di Magelang.

Seperti dilaporkan Radar Semarang dan Radar Jogja (Jawa Pos Group), lima desa di Kecamatan Salam, Ngluwar, dan Muntilan, Kabupaten Magelang, juga rusak atau terendam akibat banjir lahar dingin itu. Kerusakan paling parah terlihat di tiga desa di Kecamatan Salam. Belasan dusun di tiga desa tersebut terendam lahar dingin.
Yakni, Dusun Seloireng dan Gempol di Desa Jumoyo. Lalu, sembilan dusun di Desa Sirahan, yakni Dusun Salakan, Candi, Jetis, Glagah, Sirahan, Gemampang, Gebayan, Tempelan, dan Trayem Bendo. Selain itu, beberapa dusun di Desa Seloboro.
Menurut Wakil Bupati Magelang Zaenal Arifin, pihaknya sudah mengerahkan puluhan alat berat ke lokasi yang terkena dampak sekunder erupsi Gunung Merapi tersebut. Sejumlah titik yang menjadi fokus utama adalah jalan utama Magelang–Jogjakarta dan Desa Sirahan di Kecamatan Ngluwar. ’’Masih kita upayakan pembersihan dengan mengerahkan alat berat,’’ tuturnya.

Untuk membersihkan volume timbunan pasir yang sangat besar di jalur Magelang–Jogjakarta, enam alat berat telah dikerahkan. Namun, pembersihan diperkirakan memakan waktu lebih dari dua hari. Sebab, jalur yang tertutup lahar cukup luas dengan volume timbunan cukup tinggi. ’’Mungkin tiga hari ke depan baru bisa dibuka,’’ jelas Zaenal.
Berdasar pantauan di lokasi, aliran banjir baru muncul lagi di sebelah pasar Desa Jumoyo dan melintas hingga merusak lima desa. Jaraknya hampir 50 meter dari aliran baru yang muncul saat banjir lahar dingin pada Senin pekan lalu (3/1). Saat ini aliran lahar dingin justru semakin lurus setelah sejumlah sabo dam penahan banjir ambrol. ’’Banyaknya sabo dam yang ambrol di hulu sungai membuat aliran banjir makin deras,’’ kata Repyo, petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi di Ngepos, Srumbung, Magelang.
Alur sungai baru itu memiliki lebar sekitar 10 meter. Bermula dari kawasan Gempol, Desa Jumoyo, kemudian mengalir menuju Desa Trayem Mbendo, Desa Sirahan, baru kembali ke jalur awal di Kali Putih.

Dengan banyaknya material Merapi di bantaran Kali Putih, normalisasi membutuhkan waktu cukup lama. Malah nyaris tidak mungkin dilakukan. Sebab, setiap kali normalisasi, banjir yang datang beberapa jam langsung memenuhi badan sungai.
Hal itu tentu mengkhawatirkan. Aliran baru yang tidak memiliki tanggul pemisah dengan permukiman warga membuat ancaman banjir lahar dingin semakin besar. ’’Selama musim hujan, banjir lahar dingin sangat mungkin terjadi,’’ tutur Repyo. Apalagi, lanjut dia, material Merapi yang turun melalui sejumlah sungai masih menyisakan ratusan juta meter kubik.

Berdasar informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta, erupsi Merapi pada akhir tahun lalu telah meluluhkan sekitar 150 juta meter kubik material vulkanis. Sebanyak 30 persen di antaranya mengarah ke delapan sungai di Kabupaten Magelang, yakni Kali Putih, Bedog, Krasak, Lamat, Senowo, Sat, Trising, dan Apu. Sementara itu, 50 juta meter kubik material mengarah ke Magelang.

Akibat terputusnya Magelang–Jogjakarta, Satlantas Polres Magelang mengalihkan arus kendaraan lewat dua jalur. Yakni, melalui Kecamatan Ngluwar dan Srumbung. ’’Kita alihkan sementara sambil menunggu pekerjaan (pengerukan) selesai,’’ jelas Kapolres Magelang AKBP Kif Aminanto.

Meski begitu, di sejumlah ruas menuju Jogjakarta terjadi penumpukan kendaraan. Terutama di daerah Muntilan dan Kecamatan Salam. Banyak pengguna jalan yang tidak tahu jalur alternatif. Sementara itu, jalur alternatif yang sebelumnya sering digunakan warga, melalui Desa Progowati yang melewati jembatan bailey, kembali putus. Banjir lahar kembali merusak jembatan yang baru terpasang pada tahun baru lalu.
Untuk mengamankan lokasi yang tertimbun banjir lahar dingin, polisi menerapkan pengamanan berlapis dengan mengerahkan 110 personel dari satuan lalu lintas dan pengendali massa (dalmas). ’’Saya imbau warga tidak terlalu dekat agar pembersihan segera selesai,’’ seru Kif Aminanto.

Belum ada laporan resmi soal kerusakan secara keseluruhan dalam bencana tersebut. Sedikitnya 64 rumah di Kecamatan Salam hilang atau tenggelam di bawah material vulkanis. Sebanyak 60 rumah berada di Desa Jumoyo dan empat rumah di Desa Sirahan.
Kepala Desa Jumoyo Sungkono menyebut, bagian atap 60 rumah di wilayahnya tersebut sama sekali tidak terlihat. ’’Saat ini lokasi rumah-rumah itu berubah menjadi sungai dengan timbunan material setebal tiga meter,’’ ujarnya.

Di Desa Jumoyo, 60 rumah hilang tersebut berada di Dusun Gempol (49 rumah), Dusun Seloireng (5 rumah), Dusun Kadirogo (1 rumah), dan Dusun Tegalsari (5 rumah). Saat banjir lahar sebelumnya, rumah-rumah di Dusun Gempol terendam material vulkanis setebal 2 meter.
’’Di Dusun Gempol dan Seloireng, 93 rumah rusak dan 39 aman dari terjangan lahar dingin. Tetapi, semua pemiliknya mengungsi,’’ lanjut Sungkono.

Selain rumah yang rusak dan hilang, 54 tempat usaha (kios dan toko) hancur total sehingga tidak bisa digunakan lagi. ’’Sembilan di antara 16 dusun di Desa Sirahan terendam lahar dengan ketinggian bervariasi. Hampir 90 persen rumah di sembilan dusun tersebut terendam lahar. Kondisi paling parah terjadi di Dusun Salakan, Jetis, Glagah,
dan Sirahan,’’ kata perangkat Desa Sirahan Martono.

Kaur Kesra Desa Sirahan Muhammad Rochim menambahkan, ketinggian material lahar dingin yang merendam rumah warga rata-rata mencapai 2 meter lebih. ’’Setinggi persis di bawah genting dan sulit menyelamatkan barang-barang serta harta penduduk. Apalagi banjir lahar menerjang secara tiba-tiba pada malam hari,’’ papar Rochim.

Tidak hanya itu, sekitar tujuh mobil terendam. Begitu pula puluhan truk penambang yang berada di bantaran Kali Putih. ’’Puluhan sepeda motor milik warga juga masih coba dievakuasi karena terjebak dan terendam material banjir lahar dingin,’’ urainya.
Sejumlah fasilitas umum juga terendam material lahar. Di antaranya, balai desa, Puskesmas Pembantu Kecamatan Salam, dan tiga sekolah (dua TK dan satu SD Negeri Sirahan II). ’’Saat ini sungai bentukan akibat banjir lahar dingin membelah Desa Sirahan dan membuat warga waswas,’’ lanjutnya.

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Priyo Gani Waskito menyebut, ada enam sekolah yang terendam lahar dingin Kali Putih. Yakni, SD Negeri Sirahan I (70 siswa), SD Negeri Sirahan II (125 siswa), SD Negeri Seloboro I (156 siswa), serta TK Al-Husain, TK Pertiwi, dan TK Seloboro (total 150 siswa). ’’Satu di antaranya, yakni bangunan TK Pertiwi Sirahan, hilang akibat diterjang lahar dingin,’’ ungkapnya.
Saat ini jumlah pengungsi banjir lahar dingin pun membeludak. Jika sebelumnya terdata 1.272 orang, kemarin jumlah pengungsi mencapai 3.554 orang. Mereka tersebar di delapan lokasi.

Selain di Magelang, dampak banjir lahar dingin Merapi terasa di Kabupaten Sleman dan Klaten. Di Sleman, setelah melalap sedikitnya lima dusun di Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, banjir lahar dingin pada Minggu malam (9/1) mengakibatkan tiga rumah di Dusun Besalen, Desa Glagaharjo, hanyut. Selain itu, banjir menenggelamkan belasan rumah warga di Dusun Guling, Desa Argomulyo. Itu terjadi akibat tanggul Kali Gendol di Dusun Besalen ambrol.
’’Tidak ada korban karena warga telah mengungsi di tempat aman,’’ jelas Camat Cangkringan Samsul Bakri kemarin.

Menurut dia, jebolnya tanggul Kali Gendol di Dusun Besalen diikuti padamnya aliran listrik. Jebolnya tanggul menimbulkan suara ledakan yang menggelegar. Ledakan tersebut terjadi akibat benturan antara belerang panas dan air sehingga timbul suara. Letupan itulah yang mengakibatkan bebatuan besar material vulkanis terdorong keluar dan menghantam tanggul. ’’Secondary explosion itu berpotensi kembali terjadi di aliran Kali Gendol,’’ ujarnya.

Di Kabupaten Klaten, banjir lahar dingin Merapi pada Minggu malam lalu mengakibatkan dua truk tertimbun di Kali Woro. Tidak seperti sebelumnya, aliran banjir lahar dingin kali ini sangat kencang dan besar. Saat ini banjir lahar dingin telah menyentuh Dukuh Tengklik, Desa Joton, Kecamatan Jogonalan, yang berjarak sekitar 23 km dari puncak Merapi.

Sebelum sampai di Jogonalan, lahar dingin menerjang dua truk yang memuat pasir di tengah Kali Woro yang terletak di antara Dukuh Beteng, Desa Sukorini, dan Desa Kecemen. Dua truk yang disopiri Tejo Sunaryo dan Agus itu rusak parah. Saat diangkat kemarin siang, dua truk tersebut tinggal rangka.

Karena banjir lahar dingin itu, sekitar 300 warga Dusun Beteng, Desa Sukorini, diungsikan ke Balai Desa Kadilajo, Kecamatan Karangnongko. Warga beberapa dusun di desa tersebut juga mengungsi ke tempat yang lebih aman. Sementara itu, padi dan berbagai tanaman lain tertimbun pasir.

Camat Manisrenggo, Klaten, Wahyudi Martono meramalkan aliran banjir lahar dingin dari Merapi lebih besar beberapa hari ke depan. Karena itu, dia meminta warga di lima desa di Kecamatan Manisrenggo lebih waspada. Lima desa itu adalah Ngemplak Seneng, Kecemen, Sapen, Sukorini, dan Borangan.

’’Saat ini aliran Kali Woro penuh pasir. Jika hujan terus berlangsung, banjir lahar dingin tak terhindarkan lagi. Begitu hujan turun, air akan mengalir ke segala arah dengan cepat,’’ jelasnya.

Untuk meminimalkan risiko, dia mengumpulkan para kepala desa dan BPD (badan pengawas desa). Selain meningkatkan kewaspadaan, dia meminta mereka bekerja bakti secara mandiri. Yakni, membersihkan bantaran Kali Woro, normalisasi aliran Kali Woro, dan menebang pohon yang berada di antara aliran Kali Woro. ’’Biar lahar dingin bisa mengalir. Jika tidak, lima desa itu bisa terancam,’’ tuturnya. Warga lima desa tersebut juga diminta untuk mengintensifkan jaga malam. (vie/dem/yog/jko/c1/jpnn/c7/dwi)

Senin, 03 Januari 2011

Bromo, sekolah tanpa atap . . . .












foto karya : zainal arifin, radar bromo (jawa pos group)

Siswa Belajar Beratap Langit
Atap Kelas Ambruk karena Tak Kuat Menahan Abu Bromo

PROBOLINGGO – Kondisi SDN Ngadirejo dan SMPN Satu Atap Ngadirejo, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, sunguh memprihatinkan. Karena tak ada ruang kelas yang bisa dipakai setelah atapnya ambruk, para siswa harus belajar di luar kelas kemarin.
Atap bangunan dua sekolah tersebut ambruk karena tidak kuat menahan tumpukan abu dan pasir muntahan Gunung Bromo. Di SMPN Satu Atap, ada empat ruang yang atapnya ambruk. Dua ruangan di sisi barat dan dua ruang di barisan timur.

Saat normal, dua ruang di sisi barat biasa digunakan sebagai ruang guru dan ruangan serbaguna. Dua ruang di sisi timur digunakan sebagai tempat belajar siswa kelas VII dan VIII.

Ruang belajar untuk siswa kelas akhir terletak di tengah-tengah. Atapnya tidak sampai ambruk. Tapi, atap itu dipenuhi tumpukan abu dan pasir muntahan Gunung Bromo.
Kemarin pagi, begitu tiba di sekolah, para siswa kelas VII dan VIII tak langsung mengikuti pelajaran. Mereka harus bergotong royong untuk memindah bangku dan kursi dari dalam kelas yang atapnya roboh ke luar ruang.

Para siswa dengan dua jenjang pendidikan yang berbeda tersebut berkumpul di satu tempat dan mendapatkan materi pelajaran yang sama. Mereka duduk di kursi dengan beratapkan langit. Papan tulis di dalam kelas juga dipindah dan dipaku sekenanya di tembok kelas bagian luar.

”Dicarikan materi pelajaran yang bisa dicerna siswa dua kelas yang berbeda,” kata Sukaji, kepala SMPN Satu Atap.

Aktivitas belajar di luar ruang itu, menurut Sukaji, hanya sementara. ”Kalau hujan, ruang belajar kami geser ke tempat lain,” katanya.
Dia tidak mau mengambil risiko dengan menempatkan siswanya di ruang yang atapnya ambruk. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo Supanut memantau aktivitas belajar dan kondisi sekolah yang ambruk itu.

Dia didampingi Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Sukapura Alamsyah. ”Mulai besok (hari ini, Red), pemkab mendirikan tenda besar di dua sekolah itu sehingga siswa tidak lagi belajar di luar,” katanya. Apalagi, sampai kemarin hujan abu masih terjadi di Desa Ngadirejo, meski tidak separah sebelumnya.

Ditambahkan Supanut, pihaknya telah mengajukan permohonan bantuan rehab bangunan sekolah yang atapnya ambrol ke pemkab. ”Bupati juga telah melaporkannya ke Pemprov Jatim. Dinas Pendidikan Jatim akan meninjau gedung sekolah yang ambruk,” tuturnya. (qb/yud/jpnn/c13/bh)