Forgiveness is the key to action and freedom.
~ Hannah Arendt
Forgiveness does not change the past, but it does enlarge the future.
~ Paul Boese
Ada seorang kawan, sebut saja Bambang, yang walaupun telah mempraktikkan dengan sungguh-sungguh apa yang saya tulis di buku Manage Your Mind for Success, mengatasi mental block, menerapkan prinsip-prinsip “Becoming a Money Magnet”, pasrah, dan berdoa dengan sungguh-sungguh namun masih juga tidak bisa maksimal memanifestasikan sukses dalam dirinya.
Ia bertanya, “Pak, kenapa sih kok saya masih mengalami kesulitan dalam mencapai sukses?”
“Maksud mu?” tanya saya.
“Begini Pak. Benar, saya mulai dapat merealisasikan sukses dalam hidup saya. Namun mengapa sukses masih sulit untuk dicapai? Katanya kalau sudah pasrah, syukur, sabar, mengatasi mental block, dan banyak berdoa, kita akan lebih mudah mencapai keberhasilan. Kenapa hasilnya kok beda dengan kawan saya. Ia melakukan yang Pak Adi ajarkan dan hasilnya sangat luar biasa. Kawan saya sekarang stress karena terlalu banyak orderan. Lha, saya stres karena orderan masih sepi,” tanya Bambang dengan bingung.
Para pembaca yang budiman. Apa yang saya uraikan di sini adalah jawaban yang saya berikan pada Bambang.
Saya berasumsi bahwa titik start mereka sama. Katakanlah sama-sama di titik 0 (nol). Mengapa ada yang cepat dan ada yang lambat dalam mencapai sukses?
Setelah saya ajak ngobrol ngalor ngidul alias panjang lebar, saya akhirnya menemukan satu block besar yang cukup menghambat dirinya. Dan block ini yang saya minta untuk segera diselesaikan jika ia ingin bisa cepat berhasil.
Apa block kawan saya ini? Tenyata Bambang menyimpan perasaan dendam yang dalam terhadap paman dan tantenya. Wah, ini cukup gawat kalau tidak segera dibereskan. Saya meminta Bambang untuk bisa memaafkan orang yang telah menyakiti hatinya.
”Pak, kalau bicara memang gampang. Pak Adi belum tahu apa yang terjadi. Coba Bapak bayangkan. Kalau Bapak jadi saya apakah Bapak juga akan bersedia memaafkan mereka?” jawab Bambang panjang lebar sambil menguraikan secara detil kisah sedih, penghinaan, pelecehan, dan masih banyak lagi hal-hal negatif yang telah dilakukan oleh keluarga paman dan tantenya terhadap keluarganya dan juga pada dirinya.
Manusia memang mahluk yang sangat cerdas. Apa yang dilakukan Bambang adalah hal lumrah yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bambang, bukannya belajar dan mencari hikmah dari apa yang yang telah terjadi belajar untuk bisa memaafkan paman dan tantenya, malah mencari pembenaran atas sikap dan dendam yang disimpan di hatinya.
Biasanya orang yang mendengar kisah Bambang akan berkata, ”Oh, ternyata keterlaluan ya perlakukan mereka terhadap kamu. Benar-benar tidak adil alias bo ceng li. Wah, kalau begitu saya bisa mengerti kalau anda masih marah dan dendam.” Dan si pendendam ini dengan senang dan bangga, karena mendapat dukungan dan persetujuan atas sikapnya akan segera menyambung, ”Nah, sekarang anda bisa mengerti situasi saya. Jadi sudah layak dan pantas kan kalau saya marah dan dendam pada mereka. Kan sangat manusiawi, normal, dan seharusnya demikian bila kita diperlakukan seperti itu.”
Hal yang sama juga dilakukan Bambang. Hanya kali ini ia tidak mendapat dukungan. Saya tetap menyarankan ia untuk bisa memaafkan serta melepaskan semua dendam dan amarahnya terhadap paman dan tantenya.
Mengapa saya bersikeras meminta Bambang untuk bisa memaafkan paman dan tantenya?
Jawabannya sederhana. Banyak orang yang mengalami kesulitan untuk maju dan berkembang karena energi psikis mereka terkuras untuk mempertahankan emosi marah dan dendam pada seseorang. Emosi negatif yang tetap ”dipelihara” dengan sangat tekun ini saya sebut dengan vampir energi psikis.
Saat kita memaafkan, dengan tulus, orang yang pernah menyakiti kita maka yang terjadi adalah kita menyingkirkan vampir energi psikis, yang selama ini menyedot energi kita tanpa kita sadari, dan sejak saat itu energi kita meningkat drastis, vibrasi kita meningkat, dan kita mulai memanifestasikan sukses dengan sangat cepat dan mudah.
Saya ingin meluruskan satu hal yang selama ini salah dimengerti oleh kebanyakan orang. Umumnya orang berpikir bahwa memaafkan orang lain berarti kita menerima dan setuju dengan perlakuan tidak adil yang mereka lakukan terhadap diri kita. Orang berpikir bahwa memaafkan berarti kita harus menghubungi kembali orang yang pernah menyakiti kita. Mereka berpikir bahwa memaafkan adalah sesuatu yang kita lakukan untuk orang lain. Benarkah begitu? Tidak!
Memaafkan sebenarnya adalah tindakan yang kita lakukan untuk diri kita sendiri. Lha, kok bisa begitu? Memaafkan sebenarnya adalah tindakan yang sangat ”egois” yang hanya ditujukan demi keuntungan diri kita sendiri. Memaafkan bukan hanya ditujukan untuk orang lain namun terutama untuk diri sendiri. Hanya orang kuat yang mampu memaafkan orang lain maupun diri sendiri. Mahatma Gandhi mengungkapkan hal yang sama saat beliau dengan sangat bijak berkata, ”The weak can never forgive. Forgiveness is the attribute of the strong.”
Energi negatif antara kita dan orang lain, karena kemarahan dan dendam kita terhadap mereka, selain menyedot atau menguras energi psikis kita juga membentuk suatu ikatan energi yang sangat menghambat kemajuan kita.
Lalu, siapa saja yang harus kita maafkan? Kalau pada kasus Bambang yang harus dimaafkan adalah paman dan tantenya. Namun secara umum kita harus memaafkan siapa saja yang pernah ”menyakiti” hati kita. Baik orang yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Bagaimana caranya untuk mengetahui siapa orangnya? Mudah. Coba ingat wajah seseorang. Bagaimana perasaan anda terhadap orang ini? Jika ada perasaan tidak enak atau ada emosi negatif di hati anda maka orang ini harus dimaafkan.
Kalau anda cukup jeli anda bisa melihat bahwa saya menuliskan kata menyakiti di dalam tanda kutip. Apa maksudnya? Sering kali apa yang kita alami sebenarnya bukanlah sesuatu yang sungguh-sungguh menyakitkan kita. Yang terjadi adalah kita, karena persepsi yang salah, telah salah memberikan makna pada apa yang kita alami.
Saat kita telah memaafkan orang lain saat itu pula tali energi negatif yang selama ini menghubungkan kita dengan orang itu terputus. Orang itu akan merasakan sesuatu yang positif dalam dirinya. Jangan kaget bila suatu saat, setelah anda memaafkan orang yang pernah menyakiti anda, tiba-tiba sikap orang itu pada anda berubah walaupun anda tidak memberitahu bahwa anda telah memaafkan dirinya.
Prinsip ini pula yang bekerja saat seseorang melakukan meditasi cinta kasih atau Metta Bhavana. Dalam meditasi cinta kasih kita mengirim energi cinta kasih kepada semua mahluk termasuk kepada musuh-musuh kita. Biasanya, setelah sering melakukan meditasi cinta kasih, yang sudah tentu di dalamnya terdapat unsur memaafkan dengan tulus, maka diri kita akan berkembang pesat dan kita akan melihat perubahan sikap dalam diri musuh kita terhadap diri kita. Perubahan ini sudah tentu yang positif.
Apakah kita perlu menghubungi orang yang kita maafkan? Tidak harus. Bila kira rasa perlu maka kita dapat menghubungi orang itu dan menyampaikan bahwa mulai sekarang dan seterusnya kita memaafkan apa yang telah ia lakukan terhadap diri kita. Dalam hati kita sudah tidak ada lagi dendam dan amarah terhadap dirinya.
Apakah kita perlu menjalin kembali hubungan dengan orang yang telah menyakiti hati kita setelah kita memaafkan mereka? Ya dan tidak. Semua bergantung pada diri kita sendiri.
Intinya, memaafkan tidak berarti kita menyetujui. Memaafkan melibatkan keinginan untuk melihat sesuatu dengan sudut pandang yang lain – untuk bisa memahami dan melepaskan. Orang lain menyakiti kita karena sebenarnya mereka adalah manusia lemah.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara memaafkan yang efektif?
Pertama, anda perlu menetapkan siapa orang yang akan anda maafkan. Kedua, anda melakukan relaksasi dan masuk ke kondisi alfa. Mengapa harus di alfa? Karena emosi dan memori letaknya di pikiran bawah sadar.
Setelah itu, sambil membayangkan wajah orang yang akan anda maafkan, ucapkan afirmasi berikut:
”Saya memaafkan anda dengan tulus dan sepenuh hati. Saya membebaskan dan melepas semua ikatan energi negatif antara diri saya dan anda. Mulai saat ini, apa yang pernah terjadi di antara kita, beserta semua muatan emosi negatifnya, selesai sampai di sini. Saya mendoakan semoga anda hidup bahagia dan damai. Sekarang saya telah bebas, anda juga bebas, dan semua menjadi baik di antara kita. Semoga anda hidup bahagia dan damai.”
Berapa kali afirmasi ini perlu diucapkan? Bergantung pada masing-masing orang. Ada yang melakukan satu kali, dua kali, tiga kali, atau berkali-kali. Yang penting adalah setelah selesai mengucapkan afirmasi pikiran dan perasaan kita tenang dan damai. Bila selanjutnya kita membayangkan wajah orang yang pernah menyakiti kita dan sudah tidak ada lagi perasaan negatig maka saat itu berarti kita telah berhasil memaafkan orang itu. * Adi W. Gunawan
“To forgive is to set the prisoner free, and then discover the prisoner was you” ~Anonymous
Have a positive day!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar