Rabu, 01 Desember 2010

Bromo, Abu Vulkanis warna kecoklatan














Hujan Abu Campur Silika Mengarah ke Permukiman

SURABAYA – Hingga kemarin (1/12), erupsi Gunung Bromo belum menurun. Hujan abu vulkanis juga mengarah ke permukiman. Bahkan, abu yang mengarah ke permukiman itu berubah warna dari semula kecokelatan menjadi merah pekat. Abu yang mengandung silika tersebut mulai merusak tanaman di ladang pertanian warga.

Hujan abu kemarin berlangsung lebih lama daripada Selasa lalu (30/11). Berdasar pantauan Jawa Pos dari jarak 3,5 km dari kawah Bromo, aktivitas hujan abu terjadi sejak Selasa malam. Saat itu, abu vulkanis Bromo terus mengarah ke utara dan timur laut. Sekitar pukul 05.00 kemarin, asap dan abu yang keluar dari kawah Bromo mulai berubah warna. Meski tidak terlalu banyak, abu vulkanis itu terus jatuh ke sekitar Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura.

Hujan abu kemarin berlangsung sampai menjelang sore. Pukul 12.00 hingga 15.00, hujan mengguyur areal sekitar Bromo. Curahan hujan pun disertai abu berwarna merah. Kondisi seperti itu tidak terjadi pada Selasa lalu. Sejak siang, muntahan abu terbawa angin ke arah utara (Pasuruan), sedangkan kawasan permukiman di Ngadisari terletak di timur laut dari kawah Bromo.
Kepala Bidang Mitigasi Bencana Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung Gede Suantika membenarkan bahwa hujan abu tetap mengarah ke utara dan timur laut. Soal abu vulkanis yang berwarna merah pekat, dia menjelaskan hal itu terpengaruh material dari dalam kawah. ’’Warna merah itu disebabkan masih tingginya kadar belerang dengan campuran silika,’’ tuturnya kemarin.

Silika bisa membahayakan pernapasan dan penglihatan manusia. Karena itu, Gede mengimbau masyarakat tetap patuh pada saran petugas untuk selalu menggunakan masker. ’’Sampai saat ini, kandungan silika yang keluar dari kawah Bromo tidak terlalu banyak. Mungkin lebih banyak jatuh di sekitar kaldera. Tapi, tetap perlu diwaspadai,’’ tegasnya.
Sejauh ini, belum ada laporan adanya warga yang menjadi korban abu vulkanis di Cemoro Lawang dan sekitarnya. Namun, tanaman di ladang-ladang warga rusak.

Sudiro, salah seorang petani asal Ngadisari, mengungkapkan, kebanyakan tanaman yang rusak berada di ladang yang berjarak 4–6 km dari kawah. Sebagian besar yang rusak adalah tanaman jenis kacang koro. Tanaman itu mengering dan mati. Tanaman lain seperti kol, kentang, dan bawang daun masih bisa menahan hujan abu. Untuk mengatasi, para petani biasanya membersihkan tanaman dengan cara dikebas dan disiram air.

Dia menyebutkan, para petani tidak terlalu risau jika hujan abu vulkanis tidak terlalu lebat. Hujan abu malah membuat tanah makin subur. ’’Biasanya, kalau habis (hujan abu) seperti ini ditanami bibit baru, panen malah melimpah,’’ ujar Sudiro. Hujan abu saat ini, lanjut dia, tidak terlalu parah seperti yang terjadi saat erupsi Bromo pada 2004.
Setelah hujan abu dua hari mengguyur Cemoro Lawang, beberapa sekolah kemarin mengadakan kerja bakti. Siswa SDN Ngadisari 2 yang berjarak sekitar 5 km dari kawah Bromo kemarin melakukan bersih-bersih bersama. Dinding dan lantai sekolah yang berlokasi di Jalan Raya Bromo 20 itu tertutup abu. '’’Kalau tidak dibersihkan, kami khawatir mengganggu kesehatan anak-anak,’’ ujar Ernawati, kepala SDN Ngadisari 2.

Kondisi Bromo kemarin tidak berubah signifikan. Selama pukul 06.00–12.00, terjadi enam kali gempa vulkanis dengan amplitudo 10–14 mm. Lama gempa 12–30 detik. Gempa tremor masih terjadi terus-menerus dengan amplitudo 2–5 mm. Ketinggian asap mencapai 150–200 meter.
(gun/c5/dwi)

foto : guslan gumilang / jawa pos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar