Rabu, 12 Januari 2011

Merapi, Batu Besar dan Pasir












BATU BESAR: Jalur Magelang–Jogjakarta, tepatnya di depan Dusun Gempol, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Magelang, mulai padat merayap setelah dibuka dini hari kemarin. (Mukhtar Lutfi/Radar Semarang)


Singkirkan Lahar, Magelang–Jogja Buka Lagi

Butuh Rp 800 Miliar untuk
Normalisasi Kali Putih

MAGELANG – Setelah ditutup selama hampir 72 jam (tiga hari), Jalan Raya Magelang–Jogjakarta di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, yang terputus sejak Minggu malam (9/1) karena tertimbun lahar dingin Merapi akhirnya kembali dibuka. Jalur itu dibuka lebih cepat dari perkiraan sebelumnya setelah pengerukan jutaan material yang menumpuk di badan jalan selesai.

Kapolres Magelang AKBP Kif Aminanto menuturkan, jalur utama tersebut dibuka sekitar pukul 02.00 kemarin (12/1). Pembukaan jalur membutuhkan waktu yang cukup lama karena timbunan material mencapai jutaan meter kubik. ’’Kami percepat prosesnya karena berkaitan dengan aktivitas sehari-hari warga,’’ tuturnya kemarin.

Hanya, dia mengakui jalur utama tersebut belum sepenuhnya pulih. Kendaraan yang melintas harus bersabar karena badan jalan menyempit. Empat lajur yang sebelumnya berada di jalur itu kini hanya menyisakan dua lajur. ’’Kami atur supaya satu-satu. Di samping kanan dan kiri badan jalan masih ada tumpukan material pasir dan batu,’’ ujarnya.

Lambatnya pemulihan jalur di sana, kata dia, juga disebabkan banyaknya warga yang menyaksikan lokasi banjir lahar dingin. Warga setempat yang mengevakuasi sisa-sisa barang berharga juga turut menambah padat arus lalu lintas.

Dari pantauan kemarin, di lokasi masih ada sejumlah alat berat. Beberapa truk pengangkut pasir juga hilir mudik memenuhi setiap lajur jalan itu. Sejumlah polisi dan warga tampak mengatur arus lalu lintas di sepanjang jalur tersebut.
Di tempat terpisah, saat memimpin rapat koordinasi penataan material Merapi kemarin, Asisten Bidang Pemerintahan Pemkab Magelang Agung Trijaya meminta seluruh material pasir dan batu yang masih menumpuk di sepanjang jalur Gulon–Sirahan segera dibersihkan.

Dia mengungkapkan, instansi yang bertanggung jawab untuk membersihkan adalah dinas pekerjaan umum dan ESDM yang berkoordinasi dengan Dinas Bina Marga Provinsi Jateng. ’’Material yang menumpuk di pinggir jalan raya itu bukan tanggung jawab Pemkab Magelang. Yang di luar jalan tanggung jawab pemkab,’’ tegasnya.

Dia belum bisa memastikan tempat penampungan pasir dan batu bekas lahar dingin Merapi tersebut. ’’Hal itu akan kami koordinasikan dengan instansi-instansi terkait. Yang terpenting, jalan tersebut harus bersih dari material Merapi sehingga arus lalu lintas kembali lancar,’’ ujarnya.

Kepala Desa Jumoyo Sungkono menambahkan, banjir lahar dingin mungkin akan terus terjadi hingga lima tahun ke depan dan tetap mengancam warga. Karena itu, perlu penanganan yang efektif.

Namun, kondisi kritis di bantaran Kali Putih tidak akan ditangani serius dalam waktu dekat. Sebab, Balai Besar Wilayah Sungai (BWWS) yang menjadi penanggung jawab sungai menyatakan baru akan mengatasi masalah tersebut saat ancaman banjir lahar selesai.
’’Minimal hingga musim hujan tahun ini selesai. Sebab, jika kami bangun tanggul atau memperbaiki cekdam, tentu akan rusak lagi saat ada banjir lahar dingin susulan,’’ tutur Kepala BWWS Wilayah Serayu Opak Bambang Hargono saat meninjau Kali Putih kemarin.
Saat ini, pihaknya hanya fokus mengembalikan alur sungai seperti sebelum banjir lahar terbesar pada Minggu malam (9/1) yang menutup bantaran kali di Dusun Gempol, Desa Sirahan, Kecamatan Salam. ’’Aliran kami kembalikan dulu supaya air tidak melewati jalur utama Magelang–Jogja dan melewati permukiman warga,’’ jelasnya.
Menurut dia, hal itu merupakan salah satu upaya yang cukup efektif untuk mengurangi dampak banjir lahar dingin. Ada 81 alat berat yang mengeruk di semua sungai yang berhulu di Merapi. Sebanyak 62 di antaranya berada di Kali Putih.

Tapi, dia belum tahu pasti kebutuhan anggaran untuk normalisasi Kali Putih. Timbunan material vulkanis Gunung Merapi di sepanjang alur Kali Putih sudah mencapai tahap kritis. Pihaknya sudah menyiapkan Rp 300 miliar untuk menangani sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Namun, jumlah tersebut dianggap masih kurang untuk penanganan lanjutan pascabanjir lahar dingin. ’’Setidaknya, kami butuh Rp 800 miliar,’’ terang dia.
Apalagi, lanjut dia, terjangan banjir telah merusak lima di antara 22 titik cekdam di sepanjang Kali Putih. Jika musim hujan berakhir, pihaknya akan memperbaiki dam tersebut. Langkah itu dilakukan untuk mengendalikan banjir lahar dingin musim hujan tahun depan.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo justru berharap aliran Kali Putih di Desa Jumoyo diluruskan untuk memperlancar arus jika terjadi banjir lahar dingin. Kali Putih yang sekarang merupakan alternatif yang dibuat pada zaman Belanda dengan membelokkan dari poros awal menjadi satu dengan aliran Kali Druju. Dalam perkembangannya, belokan tersebut tidak bisa menampung pasir dan batu yang turun dari puncak Merapi.

Selain itu, kata dia, perlu dibuat tambahan cekdam di bagian hulu untuk mengerem laju banjir lahar agar tidak begitu kencang. Juga, dibuatkan kantong-kantong untuk tumpukan pasir dan batu dari atas.

Direktur Pelaksanaan Wilayah II Bina Marga Winarno menuturkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak untuk mengatasi bencana banjir lahar dingin. Kondisi itu berkaitan dengan besarnya kemungkinan dampak yang ditimbulkan saat terjadi banjir. ’’Terutama, ada jalur Magelang–Jogjakarta yang cukup vital sehingga harus terjaga jika terjadi banjir lahar,’’ ucapnya.

Menurut dia, pihaknya masih akan berbicara dengan para ahli untuk evaluasi terkait kemungkinan Kali Putih di Gempol dipecah menjadi dua. Atau, mungkin jembatan dibuat panjang untuk pelurusan sungai. ’’Terkait pelurusan, itu tidak sederhana. Dampaknya lebih besar di hilir. Kami juga harus mempelajari sedimen seperti itu. Kalau diluruskan, endapannya kayak apa. Jangan sampai dilebarkan tapi merepotkan di bawahnya,’’ ungkapnya. (vie/dem/jpnn/c5/dwi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar