Senin, 01 Maret 2010

Apa hubungan antara Piano dan Al-Quran ?

Bukan lagi rahasia bahwa belajar Piano ( klasik) dipercaya mampu meningkatkan intelegensia seseorang, terutama pada anak usia sekitar 10 tahun. Itu sebabnya sejak lama banyak orang tua berlomba memasukkan anaknya ke sekolah musik untuk belajar piano. Mereka ini minimal meyakini bahwa musik mampu membantu mengoptimalkan sekaligus menyeimbangkan antara kemampuan otak kanan dan kemampuan otak kiri. Mereka beranggapan bahwa pendidikan di negri kita yang terlalu berlebihan dalam memberi pengajaran matematika ( IPA) hanya mampu mengasah kemampuan otak kiri. Sementara otak kanan yang mengatur masalah kreativitas, emosi, pengenalan waktu, dan ruang kurang diperhatikan.

“Musik klasik akan membawa otak pada gelombang alpha. Gelombang itu menstimulasi serabut-serabut neuron korteks hingga bekerja maksimal. Selain itu gelombang ini mampu membuat suasana menjadi rileks sehingga orang lebih aware, sadar dalam menerima informasi. Nah, itulah yang disebut Efek Mozart” , begitulah salah satu difinisi yang diberikan para pakar musik mengenai Efek Mozart.

Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) adalah satu diantara komponis besar dunia sekelas Haydn, Beethoven dan Bach. Jenis musik pada masa mereka ini dianggap memiliki keunggulan karena iramanya yang teratur dan teksturnya yang sederhana. Hal ini mampu membuat jantung berdenyut dengan normal selain juga dapat membangkitkan perasaan dan ingatan. Sejumlah peneliti menemukan bahwa siswa yang secara teratur mendengarkan musik klasik, terutama karya Mozart, tampak lebih mudah menyimpan informasi dan memperoleh nilai IQ lebih tinggi. Namun mengapa Mozart?

Adalah Dr. Alfred A Tomatis, seorang dokter spesialis THT yang membuat penelitian hubungan antara telinga, suara dan sistim syaraf otak. Ilmuwan Perancis inilah yang pertama kali mengemukakan pendapat bahwa karya Mozart memiliki kemampuan menyembuhkan sekaligus meningkatkan kemampuan otak. Ayah Tomatis adalah seorang penyanyi opera kenamaan. Ialah yang memperkenalkan teman2nya sesama penyanyi ketika mereka mendapat masalah terhadap suara emas mereka.

Berdasarkan pemeriksaan inilah akhirnya Tomatis mengambil kesimpulan bahwa “Suara tidak menghasilkan kecuali apa yang didengarnya”. Selanjutnya iapun berkeyakinan bahwa musik klasik terutama karya Mozart terbukti paling mampu memberikan efek positif bagi perkembangan janin, bayi dan anak-anak. Berdasarkan penelitiannya itu, melalui bukunya “Pourquoi Mozart?” yang diterbitkan pada tahun 1991, ia mempopulerkan istilah “ Efek Mozart”.

Benarkah temuannya ini ? Entahlah…. Yang jelas hingga kini teorinya ini masih banyak diperdebatkan orang. Ini pengalaman saya pribadi. Ketika kecil saya pernah belajar bermain piano meski hanya sebentar sekali dan tidak seintensif orang lain atau taruhlah adik saya yang dapat bertahan lebih dari 6 tahun kursus piano di sebuah sekolah musik terkenal di Manggarai, Jakarta Selatan. Saya tidak ingat, atas sebab apa saya tidak serius dan tidak melanjutkannya. Sebaliknya saya justru benar-benar jatuh cinta kepada (suara ) piano setelah dewasa.

Namun pelajaran penting yang dapat saya petik dikemudian hari yang utama adalah keseriusan. Untuk dapat memainkan musik klasik melalui piano seseorang wajib menguasai not balok. Not ini sebenarnya tidak sulit. Yang diperlukan hanyalah konsentrasi. Sementara untuk menguasai hitungan sebuah not diperlukan banyak latihan dan kesabaran. Tetapi untuk menjadi lihai itu saja tidak cukup. Diperlukan adanya keterlibatan emosi, yaitu dengan banyak mendengar karya-karya klasik komponis besar. Padahal untuk mendengar musik jenis ini diperlukan ‘kekhusyukan’ dalam arti, tidak dalam keadaan tergesa-gesa dan brisik. Perlu suasana yang tenang.

Sekarang mari kita bandingkan dengan mendengar dan membaca Al-Quranul Karim. Membaca Al-Quran jelas ada aturannya. Yang pasti kita harus kenal huruf, sifat dan cara pengucapannya yang benar dan tepat. Setelah itu kita harus tahu hitungan panjang pendeknya ; 2, 3, 4 atau 5 harakat. Atau singkatnya Tajwidnya. Dengan mengetahui harakat inilah akhirnya akan terbentuk nada indah suatu ayat. Untuk membaca Al-Quran dengan benar diperlukan keseriusan. Kita dituntut untuk awas. Karena sebelum selesai membaca huruf yang ada dihadapan kita, kita sudah harus tahu huruf, panjang dan sifat huruf selanjutnya. Kita juga dituntut untuk tahu dimana kita harus berhenti, sebaiknya berhenti atau jangan berhenti. Karenanya kita diminta untuk membaca kitab suci ini dengan perlahan-lahan, tidak tergesa-gesa.

“…. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan”.(QS.Al-Muzammil (73):4).

Sebagian diantara kita mungkin pernah mengetahui adanya anjuran agar ibu yang sedang mengandung banyak mendengar ayat-ayat Al-Quran. Kita juga tentu tahu adanya perintah untuk diam ketika ayat-ayat suci dilantunkan, bukan?

“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.(QS.Al-‘Araf(7):204).

Demikian juga ketika kita shalat, Allah memerintahkan kita agar membaca ayat-ayat dengan suara yang sedang, tidak terlalu keras hingga mengganggu orang lain tetapi juga tidak terlalu pelan. Para ulama sepakat cukup terdengar oleh telinga kita.

“ Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu“(QS.Al-Isra (17):110).

Mengapa Allah swt memerintahkan yang demikian ? Seorang Muslim yang taat dan patuh tentu tidak memerlukan jawaban. Karena ia yakin dibalik semua perintah-Nya pasti ada hikmah terselubung. Namun dengan adanya temuan Dr. Tomatis diatas sekarang kita tahu persis apa hikmah terselubung tersebut. Yaitu bahwa pendengaran, suara dan syaraf adalah sebuah mata rantai yang saling berkaitan secara amat istimewa.

Saya sering mendengar kabar bahwa orang tua / uzur yang rajin membaca Al-Quran meskipun ia tidak memahaminya jauh lebih baik daya ingatnya dibanding orang tua yang jarang atau tidak pernah membaca Al-Quran. Mereka lebih sehat dan tidak cepat pikun bahkan dibanding orang yang dulunya aktif bekerja sekalipun.

Rasulullah bersabda :”Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur’an maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan sama dengan sepuluh kebaikan.”

Saya juga pernah membaca berita tentang cara pengobatan baru di sebuah rumah sakit di Belanda dimana terapis ( bukan Muslim ) melatih pasien ( yang juga bukan Muslim) untuk melafalkan kata ‘Allah ‘ dengan pengucapan khas Muslim sebanyak mungkin. Dan hasilnya sungguh luar biasa. Kemampuan syaraf mereka yang tadinya terganggu menjadi membaik !

Jadi jelas, hikmah dari membaca Al-Quran secara teratur dan benar sekalipun tidak mengerti maknanya ternyata tidak hanya mendatangkan pahala di akhirat nanti namun juga bermacam kebaikan, diantaranya yaitu tadi, dapat meningkatkan daya ingat, membersihkan, menentramkan sekaligus melembutkan hati baik si pembaca maupun si pendengar.

“ …. Maka di antara manusia ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia“, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka“.(QS.Al-Baqarah( 2):200-201).

Akhir kata, semua kembali kepada niat kita. Allah akan mengabulkan permohonan dan usaha seseorang sesuai dengan niatnya ; duniawi, akhirat atau keduanya. Alangkah beruntungnya manusia yang meminta kebaikan baik di dunia maupun di akhirat. Sungguh Al-Quran itu petunjuk sekaligus obat dan penyembuh baik penyakit fisik maupun mental.

“ …… Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”.(QS.An-Nahl(16):69.

“ Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.(QS.Yunus (10):57).

Sayang Dr Tomatis tidak sempat ( atau tidak mau ?) meneliti hal ini. Kalau sempat saya yakin pasti ia akan langsung mengakui kebesaran-Nya dan ber-syahadat !


sumber ; vienmuhadi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar