Minggu, 28 November 2010
Bromo Belum Stabil, . . .
foto : Zainal arifin (radar bromo-jawa pos group)
Bromo Belum Stabil, Tetap
Terbuka untuk Wisatawan
PROBOLINGGO – Gunung Bromo sampai kemarin (28/11) masih berstatus awas dengan level IV. Aktivitas gunung setinggi 2.329 meter dpl itu juga belum stabil. Sejak pukul 00.00 sampai 06.00 WIB kemarin, terjadi delapan kali gempa vulkanis dangkal (VB) dengan amplitudo 30–40 mm dan gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo 7–32 mm.
Lalu, pada pukul 06.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB, terjadi tiga kali gempa vulkanis dangkal dengan amplitudo 32–38 mm dan gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo 3–32 mm. Kemudian, pada pukul 14.30 WIB, terjadi lagi gempa vulkanis dangkal dengan amplitudo 37 mm. ’’Lamanya 17 detik,” kata Kepala Pos Pengamatan Gunung Bromo Syafi’i saat ditemui di ruang kerjanya kemarin.
Dengan situasi itu, Bupati Probolinggo sekaligus penanggung jawab penanggulangan bencana Gunung Bromo Hasan Aminuddin masih mempersilakan wisatawan berkunjung ke Gunung Bromo. Hal itu disampaikan Hasan saat ditemui Sabtu malam lalu (27/11). ’’Sampai sekarang, saya tidak pernah melarang wisatawan datang ke Bromo. Silakan datang ke Bromo,” tegasnya.
Hanya, Hasan memberikan catatan. Pengunjung tetap tidak boleh menyalahi rekomendasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung. Mereka tidak boleh masuk radius 3 km dari puncak kawah. ’’Kalau masih dalam batas aman, silahkan saja. Kan masih banyak yang bisa dinikmati selain kawah,” tambahnya.
Saat ini, Hasan fokus pada langkah antisipasi agar tidak ada korban bila terjadi bencana. Selain dengan menyiagakan petugas di kawasan Gunung Bromo, kini tim penanggulangan bencana Gunung Bromo intensif menginformasikan status dan aktivitas Bromo kepada warga dan wisatawan.
Petugas dalam koordinasi badan penggulangan bencana daerah (BPBD) tersebut akan terus disiagakan di kawasan Bromo sampai ada keputusan perubahan status dari PVMBG Bandung. Yakni dari satatus awas ke siaga atau waspada. ”Selama status awas belum dicabut, pasukan akan terus disiagakan,” kata Hasan.
Tentang sikap masyarakat suku Tengger yang tenang meski status Bromo awas, Hasan mengatakan mereka telah beradaptasi. Akan tetapi, tambahnya, masyarakat Sukapura telah siap dievakusi bila ada pemerintah. ’’Masyarakat sini (Tengger) adalah masyarakat yang patuh meski pekerjaan mereka di sektor wisata terganggu karena status dan erupsi ini,” ujarnya. Namun, mata pencaharian mereka rata-rata adalah petani yang tidak terpengaruh oleh aktivitas Gunung Bromo.
Ditanya tentang anggaran untuk langkah antisipasi, Hasan mengatakan sejauh ini pihaknya menggunakan pos anggaran tidak terduga pada APBD setempat. Jumlahnya sekitar Rp 2 milliar. ”Paling Rp 50 juta cukup untuk sementara,” terangnya.
Karena itu, sampai saat ini dirinya belum mengajukan dana ke pihak mana pun. Tetapi, kalau ada bantuan dari luar, pihaknya mempersilakan. Pada kesempatan itu, Hasan kembali menegaskan sikap tentang relawan yang mulai berdatangan. ”Sementara waktu, para relawan sebaiknya tidak datang dulu,” ujarnya. Pertimbangannya, relawan juga manusia yang mempunyai keluarga di rumah. ”Sementara jadi relawan bagi keluarganya dulu. Tim penanggulangan bencana Kabupaten Probolinggo masih cukup,” katanya.
Sementara itu, Sabtu malam lalu ada sekitar 200 KK (kepala keluarga) Desa Ngadisari yang bersembahyang di pura dekat Kantor Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Setelah sembahyang kurang lebih 30 menit tersebut, dilakukan sosialisasi status Gunung Bromo dan teknis evakuasi bila terjadi bencana.
Berikutnya, kemarin (28/11) Panglima Divisi Infanteri II Kostrad Malang Mayjend Muhammad Munir datang ke pos pengamatan Gunung Bromo. Menurut dia, pasukan kostrad sudah disiapkan untuk membantu masyarakat Tengger bila ada bencana. ”Sejak ditetapkan menjadi awas, pasukan sudah kami siapkan,” tegasnya.
Di bagian lain, status awas pada Gunung Bromo dan tiga kali letusan kecil pada Jum’at (26/11) dan Sabtu (27/11) lalu, rupanya, mengundang rasa penasaran wisatawan lokal. Untuk mengobati rasa tersebut, mereka mulai berdatangan menyaksikan asap tebal kawah Gunung Bromo. Kemarin (28/11) siang misalnya, banyak wisatawan lokal yang melihat langsung kepulan asap Bromo. Tentu saja, jaraknya lebih dari 3 km dari puncak kawah. Selain melihat langsung kepulan asap, mereka juga memotret asap tersebut.
Dalam pantauan Radar Bromo (jawa Pos Group) sekitar pukul 13.00 WIB kemarin, puluhan sepeda motor diparkir di jalan di sekitar pintu masuk lautan pasir. Tidak jauh dari tempat itu, beberapa gazebo dipenuhi oleh para pengunjung lokal. Dari tempat tersebut, kepulan asap tebal dari kawah Gunung Bromo terlihat jelas.
Tidak sedikit di antara mereka yang mengabadikan kepulan asap tersebut dengan kamera handphone. Fadil, 25, warga Desa Simorame, Kecamatan Candi, Sidoarjo, misalnya. Kemarin dia datang ke Gunung Bromo bersama istri dan dua mertuanya. Dari Sidoarjo, mereka mengendarai dua sepeda motor menuju Bromo karena penasaran.
’’Tetapi, setelah saya ajak ke sini (Bromo), keluarga malah bilang takut. Tetapi, setelah saya jelaskan bahwa tempatnya jauh dari kawah, akhirnya mereka mau,” kata Fadil yang menyatakan biasa mendaki Gunung Semeru tersebut. Pengunjung lokal lain adalah Endang, 38, warga Dusun Triwung Kidul, Kecamatab Kademangan, Probolinggo. Dia datang bersama putrinya, Lusi Dewi Pradina, 17.
Dari Probolinggo, dia mengendarai sepeda motor. ’’Penasaran ingin lihat kenyataannya. Di TV ada, tetapi tidak puas,” kata Endang kemarin. Para pengunjung lokal tersebut mengaku tidak takut pada status Gunung Bromo yang awas (level IV). Alasan mereka, Dusun Cemoro Lawang tempat mereka melihat kepulan asap Bromo lebih dari 3 km. Mereka juga masuk tanpa harus membayar karcis Rp 6 ribu untuk wisatawan dalam negeri. (qb/jpnn/c1/iro)
Selasa, 23 November 2010
Bromo semburkan asap . . . .
Foto: Zainal Arifin/Radar Bromo (Jawa Pos Group)
STATUS AWAS: Kawah Gunung Bromo terus menyemburkan asap tebal. Foto ini diambil kemarin (Selasa, 23 November) sekitar pukul 13.00, saat Gunung Bromo masih berstatus siaga.
Bromo Awas, Zona
Bahaya 3 Kilometer
PROBOLINGGO – Erupsi Gunung Merapi berkurang sejak pekan lalu. Kali ini giliran aktivitas Gunung Bromo yang meningkat signifikan. Bahkan, dalam sehari kemarin (23/11) terjadi dua kali peningkatan status. Semula berstatus waspada, sekitar pukul 08.00 status tersebut dinaikkan menjadi siaga. Berikutnya, pukul 15.30, statusnya naik lagi menjadi awas.
Perubahan status itu diperoleh pos pengamatan Gunung Bromo melalui e-mail dari balai Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung. Dengan status tersebut, kini kawasan Bromo harus disterilkan dari segala aktivitas warga maupun wisatawan.
’’Statusnya sudah awas. Karena itu, tidak boleh ada aktivitas di areal lautan pasir,’’ ujar Mulyono, vulkanolog Gunung Bromo, saat dihubungi pukul 18.13 kemarin.
Kenaikan status menjadi awas itu ditetapkan sejak pukul 15.30 kemarin. Kepastian status tersebut hanya berselisih tujuh setengah jam dari status siaga (level III) yang ditetapkan sebelumnya. Sebab, pukul 08.00 pada hari yang sama, PVMBG di Bandung menetapkan status gunung tersebut menjadi siaga.
Kemarin pagi, pos pengamatan Gunung Bromo di Cemorolawang, Ngadisari, menerima e-mail dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Surat tentang peningkatan status Bromo pada 23 November 2010 pukul 08.00 itu ditujukan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana, gubernur Jawa Timur, bupati Probolinggo, serta sejumlah institusi terkait, termasuk Bandara Juanda.
’’Sejak 1 sampai 22 November, telah terjadi 1.029 kali gempa vulkanis di Gunung Bromo. Baik yang dangkal maupun yang dalam. Itu menunjukkan peningkatan aktivitas yang cukup signifikan,’’ jelas Syafi’i, kepala pos pengamatan Gunung Bromo, di ruangannya kemarin.
Menurut dia, peningkatan drastis aktivitas Bromo terjadi sejak 8 November lalu. Kemudian, Senin (22/11) tepatnya pukul 18.47, aktivitas Bromo terus meningkat tajam. Akhirnya, kemarin PVMBG menaikkan status Bromo dari waspada (level II) menjadi siaga (level III).
Dengan status siaga, daerah terlarang bagi warga maupun wisatawan dimundurkan dari radius 1 km dari puncak kawah menjadi 3 km. Lautan pasir, padang savana, bukit ’’teletubbies’’, serta penajakan 1 masuk dalam area terlarang untuk wisatawan dan warga.
Terkait dengan kenaikan status tersebut, kemarin Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Probolinggo, Muspika Sukapura, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), pelaku usaha wisata Bromo, kepala Desa Ngadisari, serta pos pengamatan Gunung Bromo langsung berkoordinasi.
Pertama, rombongan bersama-sama mengunjungi pos pengamatan Gunung Bromo untuk melihat aktivitas gunung melalui seismogram dan seismograf. Di sana, mereka ditemui Kepala Pos Pengamatan Gunung Bromo Syafi’i, vulkanolog Mulyono, serta anggota lainnya. ’’Kami sudah tidak bisa ke mana-mana. Harus menjaga ini terus,’’ tegas Syafi’i menunjukkan seismograf di kantornya.
Dari pos pengamatan, para stakeholder wisata Bromo tersebut berkumpul di Hotel Cemara Indah. Dari tempat tersebut, gumpalan asap tebal dari kawah Bromo terlihat jelas. Di tempat itu pula mereka merumuskan pernyataan bersama.
Lalu, sekitar pukul 15.00, Kapolres Probolinggo AKBP Zulfikar Tarius datang memantau kondisi Bromo. Kepada Kapolres, Kepala Desa Ngadisari Supoyo menjelaskan sekilas kondisi terbaru Bromo, termasuk larangan mendekat dalam radius 3 kilometer. Dengan radius itu, lautan pasir menjadi daerah terlarang.
Untuk mengantisipasi warga dan wisatawan ke sana, langkahnya cukup mudah. ’’Tinggal distop di Cemoro Lawang saja,’’ ujar Supoyo.
Sementara itu, akses dari Pasuruan ditutup di Penanjakan. Akses dari jalur Malang ditutup di Dusun Ngadas, Jemplang. ’’Saya kira sampai harus mengungsikan penduduk. Begitu melihat gambar visual Bromo, tadi saya langsung meluncur,’’ ujar Zulfikar setelah mendapat penjelasan.
Nah, pukul 15.30 kemarin, status Bromo kembali dinaikkan, yakni dari siaga menjadi awas. (qb/yud/jpnn/c5/iro)
Aktivitas Gunung Bromo selama November 2010
Secara Telemetri:
1–7 November: Terjadi 2 kali gempa vulkanis dangkal (VB), 5 kali gempa vulkanis dalam (VA), serta 5 kali gempa tektonik jauh.
8–14 November: Terjadi 540 kali gempa vulkanis dangkal, 66 kali gempa vulkanis dalam, 5 kali gempa tektonik lokal, 5 kali gempa tektonik jauh, serta 2 kali gempa tremor dengan amplitudo maksimum 2-3 mm.
15–21 November: Terjadi 354 kali gempa vulkanis dangkal, 10 kali gempa vulkanis dalam, 6 kali gempa tektonik jauh, serta gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo maksimum 1,5–3 mm.
22 November: Terjadi gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo maksimum 2–3 mm. Pukul 16.00, terjadi gempa tremor dengan amplitudo maksimum 5–7 mm.
23 November: Pukul 03.00, terjadi gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo maksimum 10–15 mm dan dominasi 11 mm. Pukul 06.51, terjadi gempa tremor terus-menerus dengan amplitudo maksimum 15 mm.
Secara Visual:
1–7 November: Puncak Bromo tertutup kabut. Saat cuaca cerah, teramati embusan asap berwarna putuh tipis-putih sedang, tekanan lemah, tinggi 75 meter di atas bibir kawah, condong ke arah utara.
8–15 November: Teramati embusan asap putih tipis-putih sedang, tekanan lemah-sedang, tinggi 100–150 meter di atas kawah, condong ke arah utara.
15–21 November: Teramati embusan asap putih sedang-putih tebal, tekanan sedang-kuat, tinggi 100–250 meter di atas bibir kawah, condong ke arah utara.
22–23 November: Teramati embusan asap putih sedang-putih tebal, tekanan kuat, tinggi 250 meter di atas bibir kawah, condong ke arah utara.
Kesimpulan
Aktivitas gempa vulkanis meningkat sejak 8 November.
Kegiatan gempa vulkanis dalam (VA) dan gempa vulkanis dangkal (VB) secara fluktuatif terus meningkat. Sejak 8 November, tremor vulkanis mulai tercatat.
Berdasar pengamatan data kegempaan dan data visual serta analisis data tersebut, status kegiatan Gunung Bromo dinaikkan menjadi siaga sejak 23 November 2010 pukul 08.00.
Status Gunung Bromo akan dinaikkan/diturunkan jika terjadi peningkatan/penurunan aktivitas yang terus dipantau Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di pos pengamatan Gunung Bromo.
Pada 23 November pukul 15.30, status Gunung Bromo dinaikkan menjadi awas.
Rabu, 17 November 2010
Merapi, ... Sapuan Wedus Gembel
KERING MERANGGAS: Desa Balerante yang nyaris tak ada kehidupan tersisa. Awan panas Merapi yang terus menyembur selama dua pekan lebih membuat wilayah itu seperti kampung mati. (foto Arief Budiman/radar solo - jawa pos group)
Jawa Pos, 16 November 2010
Merasa Aman, Warga Terobos Zona Bahaya
KLATEN – Blokade dan penjagaan ketat aparat keamanan di zona bahaya Gunung Merapi tidak membuat warga ciut nyali untuk balik pulang. Mereka nekat menerobos kawasan rawan bencana (KRB) saat petugas lengah.
Sehari setelah pengumuman penyempitan zona aman Merapi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta, warga dari beberapa desa memutuskan kembali ke rumah meski sekadar untuk memberi hewan ternak makan.
Sekretaris Desa (Sekdes) Balerante, Kecamatan Kemalang, Basuki menyatakan, perangkat desa sudah mengimbau agar pengungsi tidak kembali dulu ke zona bahaya. Namun, berbagai alasan disampaikan mereka. Ada yang ingin mengambil harta benda, ada juga yang sekadar ingin melihat rumah.
’’Padahal, banyak yang kecewa melihat kondisi rumah mereka yang hancur. Terutama di dua dusun, yaitu Sambungrejo dan Banjarsari. Di dua dusun tersebut, mayoritas rumah warga hancur karena disapu awan panas,’’ ujarnya kemarin (15/11).
Dia menambahkan, dalam sehari saja, ada ratusan warga yang nekat menerobos penjagaan dan blokade polisi, TNI, serta relawan. Warga sering kucing-kucingan dengan petugas, yaitu masuk zona bahaya melalui jalur tikus. Banyak jalan masuk ke zona tersebut, sedangkan penjagaan hanya dilakukan di jalan utama.
’’Memang, ini sangat membahayakan warga. Namun, mau bagaimana lagi, banyak warga yang sudah mendapat peringatan tapi tetap nekat menerobos. Kami hanya bisa mengimbau warga untuk tetap waspada dengan aktivitas Merapi,’’ ujarnya.
Sebagai antisipasi adanya peningkatan aktivitas Merapi, Polda Jawa Tengah sudah menempatkan 24 truk di lereng Merapi. Truk tersebut disiapkan jika ada warga yang meminta dievakuasi. Kondisi Merapi masih berstatus awas. Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Edward Aritonang menegaskan, pemberlakuan larangan memasuki zona aman langsung ditindaklanjuti dengan menempatkan anggota di pintu masuk. Diakui, masih ada warga yang nekat kembali ke rumah masing-masing.
’’Namun, kami langsung memberikan peringatan dan pengarahan kepada warga. Ada yang nekat masuk, namun tidak sedikit yang kembali ke pos pengungsian. Kami meminta warga tetap menaati instruksi pemerintah untuk meninggalkan radius 10 kilometer dari puncak Merapi,’’ ujarnya.
Sementara itu, pengungsi yang masih bertahan di tempat pengungsian di Boyolali menyusut tinggal 8.861 jiwa. Sebelumnya, pengungsi mencapai 60 ribu jiwa dari tiga kecamatan, yakni Selo, Cepogo, dan Musuk. Untuk wilayah Boyolali, radius bahaya berubah menjadi 10 kilometer. Semula, radius bahaya tersebut disamakan dengan wilayah Magelang dan Sleman, yakni 20 kilometer.
Revisi radius bahaya itu disambut baik oleh pengungsi. Mereka berbondong-bondong pulang secara swadaya. Hampir seluruh titik pos pengungsian kosong ditinggal pengungsi. Jumlah titik pengungsian yang semula mencapai 104 titik kini tinggal 12 titik. ’’Data hari ini (kemarin, Red) hingga pukul 12.00, jumlah pengungsi tinggal 8.861 jiwa di 12 titik pengungsian,’’ jelas Asisten III Setda Boyolali Syamsudin kemarin.
Koordinator penanggulangan bencana Merapi wilayah Boyolali itu menuturkan, para pengungsi yang masih bertahan saat ini, antara lain, tinggal di titik pengungsian Balai Desa Winong, Kiringan, dan Sumberlerak. Sementara itu, ribuan pengungsi yang sebelumnya ditampung di GOR saat ini tinggal 127 jiwa. Pengungsi di Pendapa Pemkab Boyolali dan gedung DPRD juga sudah berkurang drastis.
Dilaporkan, pengungsi yang pulang bukan hanya mereka yang rumahnya berada di luar radius 10 kilometer. Namun, warga Kecamatan Selo yang beradius sekitar 5 kilometer dari puncak Merapi juga mulai balik.
Melihat hal itu, kepolisian yang dibantu TNI menyambangi warga dari rumah ke rumah untuk diajak kembali ke pengungsian. ’’Kami berupaya mengajak warga untuk tetap tinggal di pengungsian,’’ terang Kapolres Boyolali AKBP Romin Taib.
Di tempat terpisah, pemerintah pusat terus bekerja keras untuk menuntaskan inventarisasi kerugian erupsi Merapi. ’’Sekarang sedang diusahakan untuk dipercepat dengan bantuan teman-teman relawan lokal,’’ kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif kemarin.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat edaran kepada empat kepala daerah yang wilayahnya tertimpa bencana alam. Yakni, Provinsi DIJ, Jateng, Papua Barat, dan Sumbar. Surat itu berisi tentang percepatan pencairan dana bencana.
’’Saya harap gubernur segera mengambil langkah dan menyederhanakan pencairan keuangan untuk meningkatkan penanganan kegiatan tanggap darurat,’’ ucapnya. (rdl/kuh/oh/un/nan/jpnn/c5/iro)
Jawa Pos, 16 November 2010
Merasa Aman, Warga Terobos Zona Bahaya
KLATEN – Blokade dan penjagaan ketat aparat keamanan di zona bahaya Gunung Merapi tidak membuat warga ciut nyali untuk balik pulang. Mereka nekat menerobos kawasan rawan bencana (KRB) saat petugas lengah.
Sehari setelah pengumuman penyempitan zona aman Merapi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta, warga dari beberapa desa memutuskan kembali ke rumah meski sekadar untuk memberi hewan ternak makan.
Sekretaris Desa (Sekdes) Balerante, Kecamatan Kemalang, Basuki menyatakan, perangkat desa sudah mengimbau agar pengungsi tidak kembali dulu ke zona bahaya. Namun, berbagai alasan disampaikan mereka. Ada yang ingin mengambil harta benda, ada juga yang sekadar ingin melihat rumah.
’’Padahal, banyak yang kecewa melihat kondisi rumah mereka yang hancur. Terutama di dua dusun, yaitu Sambungrejo dan Banjarsari. Di dua dusun tersebut, mayoritas rumah warga hancur karena disapu awan panas,’’ ujarnya kemarin (15/11).
Dia menambahkan, dalam sehari saja, ada ratusan warga yang nekat menerobos penjagaan dan blokade polisi, TNI, serta relawan. Warga sering kucing-kucingan dengan petugas, yaitu masuk zona bahaya melalui jalur tikus. Banyak jalan masuk ke zona tersebut, sedangkan penjagaan hanya dilakukan di jalan utama.
’’Memang, ini sangat membahayakan warga. Namun, mau bagaimana lagi, banyak warga yang sudah mendapat peringatan tapi tetap nekat menerobos. Kami hanya bisa mengimbau warga untuk tetap waspada dengan aktivitas Merapi,’’ ujarnya.
Sebagai antisipasi adanya peningkatan aktivitas Merapi, Polda Jawa Tengah sudah menempatkan 24 truk di lereng Merapi. Truk tersebut disiapkan jika ada warga yang meminta dievakuasi. Kondisi Merapi masih berstatus awas. Karena itu, masyarakat diminta tetap waspada.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Edward Aritonang menegaskan, pemberlakuan larangan memasuki zona aman langsung ditindaklanjuti dengan menempatkan anggota di pintu masuk. Diakui, masih ada warga yang nekat kembali ke rumah masing-masing.
’’Namun, kami langsung memberikan peringatan dan pengarahan kepada warga. Ada yang nekat masuk, namun tidak sedikit yang kembali ke pos pengungsian. Kami meminta warga tetap menaati instruksi pemerintah untuk meninggalkan radius 10 kilometer dari puncak Merapi,’’ ujarnya.
Sementara itu, pengungsi yang masih bertahan di tempat pengungsian di Boyolali menyusut tinggal 8.861 jiwa. Sebelumnya, pengungsi mencapai 60 ribu jiwa dari tiga kecamatan, yakni Selo, Cepogo, dan Musuk. Untuk wilayah Boyolali, radius bahaya berubah menjadi 10 kilometer. Semula, radius bahaya tersebut disamakan dengan wilayah Magelang dan Sleman, yakni 20 kilometer.
Revisi radius bahaya itu disambut baik oleh pengungsi. Mereka berbondong-bondong pulang secara swadaya. Hampir seluruh titik pos pengungsian kosong ditinggal pengungsi. Jumlah titik pengungsian yang semula mencapai 104 titik kini tinggal 12 titik. ’’Data hari ini (kemarin, Red) hingga pukul 12.00, jumlah pengungsi tinggal 8.861 jiwa di 12 titik pengungsian,’’ jelas Asisten III Setda Boyolali Syamsudin kemarin.
Koordinator penanggulangan bencana Merapi wilayah Boyolali itu menuturkan, para pengungsi yang masih bertahan saat ini, antara lain, tinggal di titik pengungsian Balai Desa Winong, Kiringan, dan Sumberlerak. Sementara itu, ribuan pengungsi yang sebelumnya ditampung di GOR saat ini tinggal 127 jiwa. Pengungsi di Pendapa Pemkab Boyolali dan gedung DPRD juga sudah berkurang drastis.
Dilaporkan, pengungsi yang pulang bukan hanya mereka yang rumahnya berada di luar radius 10 kilometer. Namun, warga Kecamatan Selo yang beradius sekitar 5 kilometer dari puncak Merapi juga mulai balik.
Melihat hal itu, kepolisian yang dibantu TNI menyambangi warga dari rumah ke rumah untuk diajak kembali ke pengungsian. ’’Kami berupaya mengajak warga untuk tetap tinggal di pengungsian,’’ terang Kapolres Boyolali AKBP Romin Taib.
Di tempat terpisah, pemerintah pusat terus bekerja keras untuk menuntaskan inventarisasi kerugian erupsi Merapi. ’’Sekarang sedang diusahakan untuk dipercepat dengan bantuan teman-teman relawan lokal,’’ kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif kemarin.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat edaran kepada empat kepala daerah yang wilayahnya tertimpa bencana alam. Yakni, Provinsi DIJ, Jateng, Papua Barat, dan Sumbar. Surat itu berisi tentang percepatan pencairan dana bencana.
’’Saya harap gubernur segera mengambil langkah dan menyederhanakan pencairan keuangan untuk meningkatkan penanganan kegiatan tanggap darurat,’’ ucapnya. (rdl/kuh/oh/un/nan/jpnn/c5/iro)
Haji, Padang Arafah 2010
16 November 2010
Arafah Sangat Panas, Kesehatan Jamaah Drop
Selesai Jumrah, Ramai-Ramai Potong Rambut
MAKKAH – Setelah prosesi wukuf atau puncak haji di Padang Arafah, menjelang magrib, secara bertahap sekitar tiga juta jamaah dari seluruh dunia bergerak menuju Muzdalifah untuk bermalam (mabit) hingga tengah malam. Lantas, mereka menuju Mina untuk melontar jumrah aqabah dengan kerikil yang diambil dari perbukitan di Muzdalifah.
Arus lalu lintas sangat padat. Kendaraan yang membawa jamaah hampir tak bergerak di Muzdalifah selama beberapa jam. Tepat pukul 24.00, kendaraan mulai bisa bergerak menuju Mina untuk melakukan lempar jumrah.
Selesai ritual tersebut, jamaah memotong rambut (tahallul) beramai-ramai. Sebagian mendatangi beberapa barber shop di sekitar wilayah itu. Sebagian jamaah, khususnya laki-laki, mencukur rambut kepala mereka hingga bersih atau plontos. Sebagian lain sengaja menyisakan rambutnya.
’’Biaya potong rambut 15 riyal (sekitar Rp 37.500) untuk yang ingin menyisakan rambut. Kalau mau botak, cukup 10 riyal karena (cukur) enggak pakai mesin,’’ ujar Wiyono Brahim, jamaah asal Depok, saat ditemui Jawa Pos di Mina kemarin (16/11).
Akbar Madjid, presenter televisi asal Jakarta, memilih hanya memotong sebagian rambutnya supaya tetap bisa tampil siaran. ’’Karena alasan profesi, saya enggak potong gundul. Padahal, sebenarnya pengin juga sih,’’ katanya.
Setelah semua prosesi itu diselesaikan, para jamaah bisa melepas ihram mereka dan merayakan hari raya Idul Adha dengan memotong hewan kurban. Pada hari-hari berikut, jamaah melakukan sejumlah pelontaran (jumrah). Bahkan, sebagian jamaah segera kembali ke Makkah untuk melakukan tawaf ifadha (tawaf haji) dan sai haji.
Di sisi lain, kembali muncul kabar duka dari jamaah haji asal Indonesia. Jumlah jamaah Indonesia yang wafat ketika menunaikan wukuf di Arafah bertambah. Semula dilaporkan dua orang wafat saat wukuf di Arafah, tapi kemudian bertambah menjadi enam orang.
Ketua Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) dr Arnita Hasibuan menuturkan, enam jamaah haji itu wafat saat wukuf di Arafah pada Senin (15/11). Mereka wafat saat masih berada di tenda pemondokan. ’’Enam jamaah tersebut wafat dengan penyebab terbanyak masalah sirkulasi pernapasan,’’ jelasnya.
Menurut dia, dengan tambahan enam jamaah tersebut, jumlah jamaah haji asal Indonesia yang wafat di Tanah Suci menjadi 115 orang. ’’Ketika di Arafah, hingga pukul 18.00 waktu Saudi, ada 90 jamaah Indonesia yang dibawa ke BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) karena berbagai sebab,’’ tuturnya.
Jumlah itu masih ditambah jamaah yang dirawat jalan. Dia menyebutkan, banyak jamaah yang kondisinya drop atau menurun saat wukuf di Arafah. Dia menduga hal tersebut mungkin disebabkan sangat panasnya suhu udara di Arafah saat itu, yakni sekitar 40 derajat Celsius.
’’Jumlah jamaah yang dirujuk lebih dari 20 orang. Tapi, saya belum sweeping ke rumah sakit di sekitar,’’ ujarnya. (wir/c5/dwi)
Jumat, 12 November 2010
Langganan:
Postingan (Atom)