Senin, 08 November 2010
Merapi... Material Vulkanis dan Lahar Dingin..
Lahar Dingin Kepung Magelang
8 Kali Banjir Material Vulkanis,
Sebagian Tanggul Ambrol
MAGELANG – Gunung Merapi memang belum berhenti bererupsi sejak 3 November lalu. Lebih dari 100 jam gunung berapi paling aktif di dunia itu meletus secara eksplosif. Namun, kemarin pagi (8/11), intensitas erupsinya mulai terlihat lebih kalem.
’’Kemarin (Minggu) pukul 03.00 WIB sampai dini hari tadi (Senin) pukul 02.00 letusannya relatif dahsyat. Tinggi asap letusan sampai 6.000 meter. Tapi, pagi tadi (kemarin) secara perlahan mulai menurun dan sekarang tingginya sekitar 2.000 meter,’’ jelas Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Dr Sukhyar.
Meski begitu, tidak berarti Merapi tak lagi mengancam. Bahaya lain justru muncul, yakni lahar dingin. Hal itu terlihat dari tingginya intensitas banjir lahar dingin di wilayah Kabupaten Magelang. Bahkan, dua tanggul cekdam di alur Kali Putih ambrol diterjang ganasnya banjir berisi material batu dan pasir tersebut.
Dengan ambrolnya dua cekdam itu, dikhawatirkan laju banjir lahar dingin tidak terhambat sehingga membahayakan permukiman dan mengancam ribuan warga. ’’Cekdam itu berfungsi sebagai penahan banjir lahar. Kalau jebol, tentu sangat membahayakan permukiman warga di bantaran kali,’’ kata Kepala Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Energi dan Sumber Daya Mineral (DPU dan ESDM) Sutoyo kemarin.
Dua cekdam yang jebol tersebut terletak di alur Kali Putih. Satu cekdam berada di Dusun Ngepos, Desa Ngepos, Kecamatan Srumbung, dan satu lagi di Desa Jumoyo, Kecamatan Salam. Dua cekdam tersebut nyaris tidak bisa difungsikan kembali lantaran hanya menyisakan fondasi samping.
Menurut DPU dan ESDM, kerusakan itu terjadi karena ulah para penambang liar di kawasan tersebut. Mereka, kata Sutoyo, mengeksploitasi pasir di dekat cekdam sehingga merusak fondasi bangunan yang dibuat pada 1970-an itu. ’’Mereka melakukan eksploitasi besar-besaran di pinggir dan mengeruk ke dalam hingga merusak fondasi. Karena itu, begitu banjir lahar dingin datang, ya sudah, semua akan ambrol karena tidak kuat menahan,’’ ujarnya.
Langkah selanjutnya, kata dia, pihaknya segera melaporkan kejadian tersebut kepada Balai Besar Sungai Serayu Opak selaku penanggung jawab cekdam itu. ’’Kami lihat lebih detail nanti. Sebab, sampai sekarang kami tidak diizinkan masuk lantaran masih berbahaya,’’ paparnya.
Dua cekdam itu ambrol pada Minggu malam (7/11) saat banjir lahar dingin melanda bantaran Kali Putih dan Kali Senowo. Menurut keterangan warga, saat itu banjir membawa ribuan kubik material berupa batu dan pasir. ’’Ada pula pohon-pohon besar yang terbawa,’’ kata Slamet, 34, warga Dusun Ngepos, Desa Ngepos, Kecamatan Srumbung.
Saat kejadian, dirinya sedang berada di rumah. ’’Suaranya mengerikan, Mas. Saya sampai takut. Baru keesokannya saya lihat ternyata dam ini jebol,’’ ungkapnya.
Menurut Slamet, hampir seluruh cekdam di atasnya sudah menampung terlalu banyak material Merapi. Cekdam setinggi delapan meter, ungkap dia, sudah terisi penuh dan hanya menyisakan 1,5 meter. ’’Di atas sudah penuh. Sekarang sini malah jebol,’’ katanya.
Ambrolnya dua cekdam di alur Kali Putih tersebut membuat banjir lahar dingin kemarin siang makin besar. Berdasar Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), lima sungai mulai diterjang banjir lahar dingin. Sungai tersebut adalah Kali Apu, Boyolali; Kali Trising, Magelang; Kali Senowo, Magelang; Kali Lamat, Magelang; dan Kali Putih, Magelang.
Diperkirakan, lahar dingin terus membanjiri lima sungai itu lantaran erupsi sudah berhenti hingga pengamatan tadi malam. ’’Banjir lahar dingin terjadi pukul 11.00 hingga 12.00,’’ jelas Kepala PVMBG Surono kemarin.
Dengan tingginya intensitas hujan yang berdampak pada banjir lahar dingin, PVMBG merekomendasikan agar tidak ada aktivitas penduduk di daerah rawan bencana III, khususnya yang bermukim di sekitar alur sungai (ancaman bahaya awan panas dan lahar) yang berhulu di Gunung Merapi. Terutama warga yang bermukim di sektor tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut dalam jarak 20 kilometer dari puncak Merapi.
Skala material yang dibawa banjir lahar dingin dari lima sungai itu semakin bertambah banyak dan sangat berbahaya. Bahkan, jembatan di Desa Salam, Kecamatan Salam, nyaris ambrol. Selain itu, banjir lahar nyaris menyeret jembatan yang menghubungkan Dusun Jombong, Desa Sudimoro, dengan Desa Nglumut. Jembatan setinggi 2,5 meter tersebut rusak di beberapa bagian.
’’Arus air menggerus tiang jembatan sehingga miring. Pagar jembatan juga rusak karena air meluap hingga atas jembatan. Ketinggian air sekitar empat meter,’’ tutur Sobirin, warga Desa Sudimoro.
Pawiro, 44, warga Jrakah, Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, mengungkapkan, banjir lahar juga menghanyutkan ratusan pohon sengon milik warga. ’’Sampai ke ladang warga juga. Sangat besar berwarna cokelat dengan batu dan pasir,’’ katanya.
Menurut dia, kawasan Kali Bebeng selama ini tidak dialiri air sehingga dimanfaatkan warga untuk menanam salak dan ratusan pohon sengon. Namun, begitu banjir lahar terjadi, semua pohon tersebut hanyut.
Saat ini, di bekas lahan itu terdapat timbunan pasir tebal dan bebatuan. Batu-batu tersebut sebelumnya tidak ada dan diduga berasal dari puncak Merapi. ’’Banjir cukup besar dan berbau belerang. Ketinggian air hampir menyentuh jembatan,’’ ujar Miftahul Huda, warga Dusun Sabrangkali, Kecamatan Ngluwar.
Banjir lahar dingin tidak hanya terjadi di lima sungai (Kali Putih, Kali Senowo, Kali Lamat, Kali Trising, dan Kali Apu) versi PVMBG itu. Namun, Kali Pabelan yang berhulu di Kali Senowo dan Kali Gendol juga dibanjiri material vulkanis hingga beberapa kilometer. Termasuk Kali Kuning di Sleman, Jogjakarta. ’’Sebelumnya nggak pernah terjadi. Karena peristiwa itu, warga diminta berhati-hati, tidak melintas,’’ kata warga setempat.
Penyeberangan Kali Apu di Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, misalnya, ditutup total. Warga Desa Tlogolele, desa di sebelah utara Kecamatan Selo, tidak bisa menyeberang. Selain bahaya lahar dingin, daerah tersebut masih termasuk kawasan rawan bencana (KRB) III. ’’Intensitas hujan di atas Gunung Merapi sangat tinggi. Jadi, harus hati-hati,’’ tegas Kabid Penanggulangan Bencana Badan Kesbangpol dan Penanggulangan Bencana Moch. Damil.
Di sisi lain, tingginya intensitas banjir lahar dingin yang membawa material pasir dan batu membuat para penambang tidak sabar untuk segera memungutnya. Karena itu, mereka nekat mengeruk pasir dalam kondisi medan berbahaya. Termasuk, untuk kali kesekian, truk penambang nekat menerobos hingga terjebak lahar dingin di Kali Pabelan kemarin.
Kali ini, truk penambang pasir bernopol H 1988 AZ tersebut terjebak di sungai yang berhulu di Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Karangsari, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Hampir separo badan truk terkubur material hasil luapan banjir. Hal serupa terjadi di Kali Krasak empat hari lalu (4/11).
Menurut keterangan yang dihimpun koran ini di lapangan, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 12.00. Kala itu, truk yang disopiri Nursalim, 45, warga Desa Karangejo, Kecamatan Jatingaleh, Semarang, tersebut nekat masuk ke badan sungai untuk mengangkut pasir bersama puluhan truk lainnya.
Namun, baru mengumpulkan setengah muatan, banjir lahar dingin datang. Sejumlah rekan Nursalim berhasil keluar dari badan sungai. Sementara itu, truk hijau tersebut tidak sempat diselamatkan lantaran masuk terlalu dalam. Tidak ada laporan timbulnya korban jiwa dalam peristiwa itu.
Hanya, hingga berita ini ditulis, truk tersebut belum bisa dievakuasi. Bahkan, jika banjir lahar susulan datang, truk itu bisa hanyut oleh derasnya arus sungai.
Agus Triono, 23 warga Dusun Sidoarjo, Taman Agung, Kecamatan Muntilan, menuturkan, banjir lahar dingin sudah tiga kali menerjang sungai yang berhulu di Kali Senowo itu. Dua kali kejadian terakhir merupakan yang terbesar.
Meski Merapi masih berstatus awas dan masa tanggap darurat belum dicabut, penambangan pasir terus berlangsung di kawasan tersebut. Dalam sehari, 50–60 truk berlalu-lalang untuk mengambil pasir di bantaran Kali Delan.
Andi Susanto, warga Kranggan, Temanggung, merasa tidak khawatir nyawanya terancam banjir lahar dingin. Sebab, mayoritas penambang pasir sudah mengetahui ciri-ciri banjir lahar dingin. Yakni, adanya suara gemuruh dan arus deras. Mereka nekat menambang pasir karena kebutuhan hidup. ’’Mau bagaimana lagi, kami kan butuh makan untuk anak-istri. Jadi, kami harus menambang untuk kebutuhan mereka,’’ ujar Andi.
Harga pasir yang dipatok penambang mencapai Rp 300 ribu sampai Rp 700 ribu per truk. Sebab, pasir di pasaran langka karena meletusnya Merapi. Normalnya, harga pasir per truk Rp 175 ribu–Rp 200 ribu.
Padahal, sebelumnya, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Edward Aritonang meminta jajarannya me-sweeping para penambang di bantaran sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Sebab, tindakan itu akan mengancam keselamatan mereka.
Korban Tewas
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merekapitulasi jumlah korban Merapi. Sejak letusan pertama (26/10) hingga 7 November 2010 pukul 18.00, korban meninggal mencapai 135 orang. Rinciannya, di Sleman tercatat 123 orang meninggal, Klaten (2), Boyolali (3), dan Magelang (7). Namun, kemarin tercatat ada tambahan 9 orang tewas di Rumah Sakit (RS) dr Sardjito Jogjakarta. Jadi, total korban meninggal sementara 144 jiwa.
Plt Kepala Humas BNPB Sutopo menyatakan, selain korban meninggal, BNPB mencatat 411 korban dirawat inap yang masing-masing tersebar di Sleman (147 orang), Klaten (64), Boyolali (66), Magelang (129), dan kota Magelang (5).
Sementara itu, total pengungsi tercatat 289.613 orang yang tersebar di Sleman (65.363), Klaten (58.482), Boyolali (60.643), Magelang (102.353), dan Kota Magelang (2.772). ’’Kami terus mendata. Data itu diharapkan bisa jadi acuan semua pihak, termasuk institusi yang biasanya merilis angka sendiri,’’ kata Sutopo.
Menurut dia, di antara sekian puluh tempat pengungsian, Stadion Maguwoharjo paling banyak ditempati pengungsi. BNPB mencatat, di empat sektor stadion tersebut ada lebih dari 21 ribu pengungsi. Pengungsi paling banyak berada di Kecamatan Mlati (10.503 orang), Kecamatan Sleman (7.756), dan lainnya tersebar di banyak titik masing-masing kecamatan.
BNPB mengakui sampai saat ini belum bisa mendata kerusakan fisik seperti rumah secara detail. Sebab, kondisi Merapi yang belum menentu masih mengkhawatirkan seluruh petugas dan relawan. Sementara baru tercatat 291 rumah rusak. Jumlah itu belum diklasifikasikan apakah termasuk rumah yang rusak berat, sedang, atau ringan.
Bila korban meninggal Merapi tercatat 144 orang, bencana gempa yang diikuti tsunami di Mentawai, Sumatera Barat, hingga 7 November pukul 15.00 mengakibatkan 447 korban meninggal. BNPB juga mencatat 56 orang hilang, 173 orang terluka berat, dan 325 lainnya terluka ringan.
Selain itu, tercatat 721 rumah rusak dengan kondisi 517 rumah rusak berat dan 204 rumah lainnya rusak ringan. Kerusakan lain yang dicatat adalah lima gedung SD, satu gedung SMP, enam rumah dinas, serta tujuh fasilitas ibadah. (vie/jpnn/c5/iro)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar