Merapi Bangkrutkan Petani Salak
Di Sleman Saja,
Rugi Rp 232 M
SLEMAN – Musibah erupsi Gunung Merapi yang hingga tadi malam (10/11) masih bergolak merugikan banyak pihak, termasuk para petani salak pondoh di Sleman. Itu terjadi karena ratusan hektare lahan salak pondoh yang tersebar di ******* empat kecamatan di Sleman (Turi, Pakem, Cangkringan, dan Tempel) rusak parah disapu debu vulkanis.
Seperti diketahui, salak pondoh telah menjadi sumber ekonomi pokok masyarakat yang hidup di lereng Merapi. Bahkan, produksi para petani itu sudah menembus pasar internasional.
Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Sleman Slamet Riyadi Martoyo membenarkan soal kerugian para petani salak pondoh itu. Dia memperkirakan, kerugian sektor pertanian mencapai Rp 232 miliar. Kerugian paling banyak, kata dia, menimpa petani salak pondoh, yakni sekitar Rp 200 miliar dengan total lahan 1.400 hektare. Menurut dia, sekitar 65 persen lahan salak pondoh rusak berat.
’’Kerugian lain pada lahan tanaman padi seluas 170 hektare dengan kerugian sekitar Rp 1,7 miliar, tanaman hias Rp 1 miliar, serta hortikultura dan sayur-sayuran seluas 700 hektare mencapai Rp 30 miliar,’’ ungkap Riyadi kepada wartawan kemarin (10/11).
Riyadi mengatakan, wilayah pertanian yang rusak hanya di tiga kecamatan yang masuk kawasan rawan bencana. Yakni, Turi, Pakem, dan
Cangkringan. ’’Butuh waktu sedikitnya dua tahun untuk pemulihan salak pondoh. Tanaman harus dipangkas terlebih dahulu supaya bisa tumbuh lagi,’’
jelasnya.
Erupsi Merapi tak hanya melemahkan sektor pertanian. Ratusan pelaku industri pun dilaporkan merugi. Khususnya industri rumah tangga. Erupsi Merapi melumpuhkan sektor industri di daerah rawan bencana. Di antaranya, jenis usaha mebel, kerajinan, pengolahan susu, bengkel, dan jasa desa wisata.
Kepala Disperindagkop Sleman Pranowo mengatakan, sedikitnya terdapat 291 industri di wilayah Cangkringan. Itu belum termasuk industri di Pakem dan Turi. Pranowo menyatakan belum tahu persis nilai kerugian sektor industri. ’’Kami masih mendata. Kerugiannya jelas miliaran rupaih,’’ katanya. (yog/jpnn/c4/kum)
Semburan Wedhus Gembel 800 Meter
Setelah sempat mereda dua hari terakhir, Gunung Merapi kembali bergolak kemarin (10/11). Semburan awan panas (wedhus gembel) terlihat jelas secara visual dengan ketinggian sekitar 800 meter dan kolong asap mencapai 1,5 kilometer. Kondisi itu mengakibatkan hujan abu vulkanis lebat di beberapa daerah di wilayah barat Merapi.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono menjelaskan, hujan abu vulkanis lebat itu terjadi di Sawangan, Talun, Muntilan, dan Krinjing, Kabupaten Magelang. Lantaran terjadi hujan abu lebat, jarak pandang hanya sekitar lima meter. ’’Suara gemuruh masih terdengar dari pos pengamatan darurat,’’ katanya.
Dia menuturkan, endapan awan panas itu terlihat jelas di Kali Gendol dengan jarak luncur sekitar 3,5 kilometer dari puncak Merapi. Lantaran terus-menerus terkena endapan awan panas, Kali Gendol sudah tidak berbentuk sungai. ’’Kali Gendol sudah tertutup endapan awan panas,’’ jelas Surono.
Dengan masih tingginya aktivitas Merapi, status awas level empat masih berlaku. Sebab, ancaman awan panas dan lahar masih bisa terjadi di sungai yang berhulu di puncak Merapi. ’’Pengungsi diminta menetap di luar radius 20 kilometer dari puncak,’’ pinta Surono.
Kembali naiknya aktivitas vulkanis Merapi itu juga mengakibatkan ribuan kawanan kera di lereng Merapi eksodus ke Gunung Merbabu. Kera-kera itu berpindah habibat lantaran kehabisan makanan dan suhu di lereng Merapi cukup panas. Kera-kera tersebut kemarin (10/11) mulai terlihat berkeliaran di sepanjang jalan Selo–Magelang, yang menjadi perbatasan Merapi-Merbabu.
Fenomena kera eksodus itu juga dibenarka Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGM) Dulhadi. Ketika dihubungi tadi malam, dia mengatakan bahwa kera-kera tersebut eksodus lantaran kehabisan stok makanan. ’’Bisa juga disebabkan suhu di lereng Merapi masih panas,’’ katanya. (un/nan/jpnn/c4/kum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar